YOGYAKARTA - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menyatakan fenomena awan panas letusan Gunung Merapi, Pada Sabtu (9/11) pagi dipicu oleh tekanan akumulasi gas vulkanik dari dalam gunung. Fenomena ini sama seperti erupsi Gunung Merapi pada 14 Oktober lalu.
"Masih sama penyebabnya, adanya akumulasi gas," kata Hanik seperti dikutip dari Antara, Sabtu 9 November.
Meski demikian, menurut Hanik, tekanan akumulasi gas yang memicu awan panas letusan setinggi 1.500 meter pada Sabtu lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Pada 14 Oktober, awan panas letusan Merapi memiliki tinggi kolom 3.000 meter.
Infografis Laporan Aktivitas Gunung #Merapi periode pengamatan 8 November 2019 pukul 00:00-24:00 WIB.#statuswaspada sejak 21 Mei 2018 pic.twitter.com/9VUNFm4mHO
— BPPTKG (@BPPTKG) November 9, 2019
Sebelumnya, Hanik menjelaskan bahwa tekanan akumulasi gas muncul seiring berlangsungnya suplai magma Gunung Merapi yang diproduksi secara kontinu. Gas yang terakumulasi di bawah kubah lava dan terlepas secara tiba-tiba, mendobrak kubah lava sehingga runtuh menjadi awan panas.
Diketahui, pasca kejadian tanggal 14 Oktober, volume kubah lava susut hingga 397 meter kubik dari 483 meter kubik. Artinya, berkurang hingga 90 meter kubik.
Terkait adanya perubahan morfologi maupun deformasi akibat awan panas letusan pada Sabtu (9/11) pagi, belum bisa dipastikan. Termasuk perubahan volume kubah lava pasca terjadinya awan panas letusan.
Menurut Hanik, proses pendataan pascaawan panas letusan masih dilakukan oleh BPPTKG. "Kalau baru meletus begini, kita tidak bisa secara eksak memberi info. Yang jelas itu letusan kecil yang kemungkinan tidak berpengaruh terhadap volume," kata dia.
Video letusan Gunung Merapi 9/11/2019 06:21 WIB dari kamera pos klangon via @frekom_diy
btw ayamnya bisa di jadikan ews nih... pic.twitter.com/vRjsLrJGlh
— VolcanoYT (@VolcanoYTz) November 9, 2019
Sebelumnya, BPPTKG menyebutkan Gunung Merapi mengeluarkan satu kali awan panas letusan dengan tinggi kolom 1.500 meter pada Sabtu (9/11) pagi. Awan panas letusan yang terekam di seismogram pada pukul 06.21 WIB itu memiliki durasi 160 detik dengan amplitudo 65 mm.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman Makwan menyebutkan awan panas letusan tersebut belum sampai menimbulkan hujan abu di wilayah Kabupaten Sleman. "Arah angin ke Barat, tidak ada hujan abu di wilayah Kabupaten Sleman, katanya.