Bagikan:

JAKARTA - Polisi telah mengidentifikasi lima dari tujuh orang yang terjaring razia saat menggikuti aksi demonstrasi di sekitaran Gedung DPR/MPR RI. Mereka merupakan anggota kelompok anarko dan berencana untuk membuat kericuhan pada saat aksi. 

"Dari tujuh orang ini lima orang masuk dalam kelompok anarko dan juga dua yang masih kita lakukan pendalaman," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Sabtu, 15 Agustus.

Dari tujuh orang tersebut, beberapa di antaranya merupakan sosok yang diamankan karena kedapatan membawa molotov. Dari pemeriksaan sementara, molotov itu memang bakal digunakan pada aksi demonstrasi.

"Memang ada perencanaan pada saat itu, tetapi belum diramu dalam bom molotov, yang ada adalah botol yang diisi dengan sapu tangan. Kalau nantinya diisi dengan bahan bakar bisa jadi bom molotov," kata Yusri.

Saat ini, ketujuh orang tersebut masih dalam pemeriksaan intensif. Sebab, penyidik bakal mendalami dugaan ada tidaknya otak dari rencana untuk membuat kerusuhan pada aksi demonstrasi.

Dalam perkara itu, penyidik juga sudah menyita ponsel untuk dijadikan barang bukti. Selain itu, riwayat percakapan pada ponsel itu juga akan didalami penyidik.

"Kami akan mencari terus apakah memang ada yang memerintahkan, apakah mereka murni datang ke sana untuk melihat atau memang dengan perintah atau bayaran ini masih didalami karena keterangan awal," pungkas Yusri.

Sebelumnya, ratusan orang yang akan melakukan demonstrasi di sekitaran Gedung DPR/MPR RI terjaring razia polisi. Mereka terjaring razia karena kedapatan membawa bom molotov.

"Jadi gini yang diamankan ini orang-orang yang kena razia. Jadi kami kan memang melakukan razia di semua titik yang akan masuk ke daerah demo tersebut, ini rata yang kita amankan semuanya sekitar hampir seratusan lebih," kata Yusri.

Diberitakan sebelumnya, aksi demonstrasi berlangsung di saat Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR bersama DPR-DPD. Massa melakukan unjuk rasa dan menolak pengesahan RUU Omnibus law.