Masih Ingat Suster yang Berlutut di Depan Tentara Myanmar Ini? Sosoknya Masuk dalam 'BBC 100 Women 2021'
Suster Ann Roza berlutut memohon polisi Myanmar untuk tidak menggunakan kekerasan. (Tangkapan layar Facebook/Myitkyina News Journal)

Bagikan:

JAKARTA - Masih ingat sosok Suster Ann Roza Nu Tawng, biarawati Katolik dari Myanmar yang sampai berlutut untuk memohon tentara rezim militer Myanmar tidak membunuh pengunjuk rasa pada Februari dan Maret lalu? Sosoknya masuk dalam daftar wanita tahun ini.

Mengutip Vatican News 10 Desember, Suster Ann Roza Nu Tawng dari Myitkyina, ibu kota Negara Bagian Chin, Myanmar menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi bahaya besar, ketika dia berlutut dan merentangkan tangannya di depan pasukan keamanan, memohon kepada mereka untuk tidak menyerang. para pengunjuk rasa yang tidak bersenjata.

Video aksi beraninya menjadi viral di media sosial, dengan berbagai jaringan media, termasuk BBC, memberikan liputannya.

"Biarawati Katolik tersebut menjadi simbol protes Myanmar menyusul pengambilalihan militer Myanmar dalam kudeta 1 Februari," sebut BBC.

"Fotonya dengan tangan terentang lebar menghadap petugas polisi bersenjata lengkap menjadi viral di media sosial pada Maret 2021, dan mendapat pujian luas darinya,” tulis penyiar itu. Suster Ann termasuk di antara 31 wanita dalam kategori politik dan aktivisme 'BBC 100 Women 2021'.

suster ann roza
Polisi Myanmar memberi salam pada Suster Ann Roza. (Tangkapan layar Facebook/Myitkyina News Journal)

"Suster Ann Rose Nu Tawng secara terbuka berbicara tentang melindungi warga sipil, terutama anak-anak. Dia telah dilatih sebagai bidan dan telah menjalani kehidupan pelayanan selama 20 tahun terakhir, baru-baru ini merawat pasien COVID di negara bagian Kachin, Myanmar," tambah BBC.

"Saya bisa melakukan hal seperti itu karena Tuhan memberkati saya dan menggunakan saya sebagai alat-Nya dan Roh Kudus juga memberkati saya dengan keberanian. Saya menggunakan hidup saya sendiri untuk menunda waktu agar (orang-orang) muda punya waktu untuk melarikan diri. Itu adalah tindakan kecil, tetapi dengan melakukan ini dengan cinta yang besar, tindakan ini menarik masyarakat internasional dan mendapat publisitas. Saya sangat merasa, Tuhan ingin dunia tahu situasi di Myanmar," jelas Suster Ann kepada Global Sisters Report.

Diberitakan sebelumnya, Suster Ann Roza Nu Tawng kembali menempatkan dirinya dalam bahaya, saat dia mencoba menghentikan polisi yang menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa di Myanmar.

Kali ini di Kota Myitkyina, saat bentrokan terjadi antara pengunjuk rasa anti kudeta dengan militer Myanmar pada Senin 8 Maret. Mengenakan jubah berwarna putih, Suster Ann Roza kembali berusaha melindungi para pengunjuk rasa.

suster ann roza
Suster Ann Roza berdialog dengan polisi Myanmar. (Tangkapan layar Facebook/Myitkyina News Journal)

"Pertama kali saya memohon kepada polisi agar tidak memukul, tidak menangkap, tidak menindak para pengunjuk rasa, karena pengunjuk rasa tidak melakukan hal buruk, mereka hanya meneriakkan slogan-slogan," tuturnya kepada Sky News.

"Dan polisi mengatakan kepada saya 'kami dari sini, kami harus melakukan ini. Harap menjauh dari sini," lanjutnya.

"Saya menjawab, 'tidak, jika Anda ingin melakukan ini, Anda harus datang melalui saya!," kata Suster Ann.

rezim militer myanmar
Ilustrasi polisi Myanmar. (Wikimedia Commons/OneNews)

"Kemudian polisi mengatakan 'kami harus menghapus barikade ini di jalan'. Mereka kemudian melepaskan barikade tersebut dan setelah beberapa saat para pengunjuk rasa kembali," ungkapnya.

"Kemudian sekitar jam 12 siang pasukan keamanan akan melakukan tindakan keras, jadi sekali lagi saya memohon kepada mereka, saya berlutut di depan mereka dan saya memohon untuk tidak menembak dan tidak menangkap orang-orang".

"Polisi Myanmar juga berlutut dan mereka mengatakan kepada saya, bahwa mereka harus melakukannya karena ini untuk menghentikan protes".

"Setelah itu, gas air mata digunakan dan saya kesulitan bernapas dan saya pusing, lalu saya melihat orang yang jatuh di jalan dan (dia ditembak)," getirnya.

Editor Myitkyina News Journal mengatakan kepada Sky News, setidaknya dua pengunjuk rasa dipastikan meninggal dari bentrokan siang kemarin.