DENPASAR - Forum Bali Bangkit (FBB) yang terdiri dari 34 perkumpulan pelaku pariwisata Bali akan menggelar demo bila petisi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak direspons. Para pelaku pariwisata ini menuntut pelonggaran syarat wisatawan mancanegara/turis asing Bali.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan, petisi yang disampaikan pada Jumat, 19 November belum direspons pemerintah pusat.
"Kurang lebih tiga minggu belum ada respon dari pemerintah pusat. Sudah ada beberapa koordinasi-koordinasi kecil, mungkin pemerintahnya lagi berpikir kita tetap konsisten berjuang untuk surat yang kita kirim ke Jakarta," kata Partha di antor Bali Tourism Board (BTB), Denpasar, Bali, Rabu, 8 Desember.
Saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan para pelaku industri pariwisata lain dan untuk batas waktu petisi tersebut harus dijawab pemerintah pusat akhir Desember ini. Bila belum ada respons, para pengusaha pariwisata Bali bakal menggelar demonstrasi.
"Tadi kita berkoordinasi, kita lihat efektivitasnya ini dan kita sampaikan juga harus ada limitnya. Kita sepakat tadi dengan teman-teman, kalau ini memang tidak ada respons kemungkinan Januari (2022), kita akan ada aksi semacam demo. Masih kita cari hari baik," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) Puspa Negara menegaskan rencana demo yang bakal dilakukan.
"Aksi pasti akan ada, karena kita melihat sementara dari pemerintah belum ada langkah-langkah konkret yang bisa menyelamatkan kondisi perekonomian masyarakat, di destinasi kerakyatan terutama," kata dia.
Menurutnya, pandemi tidak hanya berdampak pada pekerja hotel dan restoran. Tapi pekerja kontrak dan harian terimbas.
"Kalau sampai nanti di akhir Desember kita tidak mendapatkan wisatawan mancanegara. Karena memang oplah kita ada di wisatawan mancanegara, nanti pada akhir Desember tentu kita pasti ambil aksi. Aksi kita, pasti turun ke jalan," katanya.
BACA JUGA:
Sebelumnya dibuat petisi dari dari Forum Bali Bangkit (FBB) yang merupakan petinggi dari 34 perkumpulan pelaku pariwisata Bali. Surat petisi ini disampaikan pada Jumat, 19 November.
Ada 5 poin petisi. Pertama, membuka kemudahan aplikasi E-Visa berbayar khusus untuk tujuan wisata secara perseorangan tanpa harus melalui penjamin korporasi dengan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan atau membuka kembali aplikasi VOA dan Free Visa khususnya untuk negara-negara dengan risiko rendah atau low risk.
Kedua, menyarankan agar wisatawan mancanegara tanpa menggunakan masa karantina atau menyarankan agar karantina di Bali menggunakan pola wilayah yaitu Pulau Bali sebagai 'Pulau Karantina' dan wisatawan dapat memilih tinggal di seluruh hotel yang sudah tersertifikasi CHSE dan seluruh karyawannya telah tervaksinasi. Sebagai referensi, dicontohkan kebijakan di negara bagian New South Wales (NSW) Australia dan Pulau Langkawi, Malaysia.
Ketiga, menyarankan perubahan regulasi penerbangan ke Bali agar tidak harus hanya menggunakan penerbangan langsung, mengingat Bali merupakan tujuan wisata negara di seluruh dunia yang memerlukan penerbangan dengan 'stop over' (transit) karena kapasitas pesawat dan jarak tempuhnya.
Keempat, memperluas negara yang warganya diperkenankan masuk ke Bali khususnya untuk negara yang sudah siap datang ke Bali. Di antara kategori ini, salah satunya yang perlu diprioritaskan adalah negara Australia dan negara Eropa yang merupakan sumber devisa Bali terbesar.
Kelima, mengusulkan agar pertanggungan asuransi dapat diturunkan sebesar 50,000 dolar AS sehingga tidak menyulitkan wisatawan mancanegara untuk datang ke Bali, namun tetap bisa membiayai dirinya sendiri apabila terpapar COVID-19 atau dapat melakukan pembelian asuransi pada saat kedatangan di Bali.