JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI memberikan peran besar bagi kejaksaan untuk mengedepankan keadilan restoratif.
"Melalui Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini, kejaksaan diberikan peran untuk menggunakan dan mengedepankan keadilan restoratif," kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Desember.
Dengan pengesahan UU tersebut, kebijakan hukum pidana Indonesia telah terjadi pergeseran paradigma dari keadilan retributif atau pembalasan menjadi keadilan restoratif.
Burhanuddin menyebutkan, peran jaksa mengedepankan keadilan restoratif sebagai salah satu perwujudan dari diskresi penuntutan serta kebijakan leniensi.
Prinsip keadilan hukum akan selalu menjadi hal yang utama dalam setiap upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan cara menimbang antara kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, serta menyeimbangkan yang tersirat dan tersurat berdasarkan hati nurani.
Dengan kewenangan ini, kata Burhanuddin, dirinya tidak menghendaki para jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat.
"Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam 'text book', tetapi ada dalam hati nurani," ujar Burhanuddin.
BACA JUGA:
UU Kejaksaan baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022.
Rapat Paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang.
Setelah pengesahan ini, Burhanuddin menginstruksikan jajarannya untuk mengimplementasikan kewenangan yang tertuang dalam undang-undang yang baru tersebut, serta melakukan sosialisasi.
Ada 14 kewenangan baru yang tertera dalam UU Kejaksaan baru tersebut yang harus disosialisasikan dan dijelaskan kepada masyarakat atas kaidah-kaidah baru yang terkandung dalam aturan tersebut.