Bagikan:

JAKARTA - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Jakarta akan berakhir hari ini. Pemprov DKI akan memutuskan kebijakan selanjutnya untuk mengendalikan penyebaran COVID-19.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono memprediksi PSBB transisi akan dilanjutkan kembali oleh Pemprov DKI. Tapi menurutnya, PSBB transisi sudah jelas belum mampu menurunkan kasus COVID-19.

"PSBB transisi ini tidak jelas arahnya. Ada pembatasan, tapi pada saat yang bersamaan dilakukan pelonggaran sosial. Akibatnya, sekarang masyarakatnya sudah seperti sabodo teuing (tidak peduli, red) terhadap protokol kesehatan," kata Miko saat dihubungi VOI, Rabu, 12 Agustus.

Per kemarin, kasus baru COVID-19 di DKI bertambah 578 dengan akumulasi kasus sebanyak 27.242. Adapun kasus aktif atau pasien yang masih dirawat dan melakukan isolasi mandiri sebanyak 8.925.

Meskipun pemeriksaan swab sudah masif, namun persentase kasus positif (positivity rate) DKI selama sepekan juga masih berada di angka 8,3 persen. Angka ini lebih tinggi dari positivity rate dunia sebanyak 5 persen.

Adapun sanksi terhadap pelanggar protokol juga masih tinggi. Selama masa PSBB transisi, ada 605 sanksi teguran tertulis dan 143 sanksi denda di fasilitas umum. Sementara untuk kegiatan sosial budaya terdapat 12 Sanksi teguran tertulis, 29 sanksi denda, dan 26 sanksi segel. 

Terhadap pelanggaran tidak memakai masker oleh perseorangan diberlakukan sanksi kerja sosial kepada 73.741 orang dan sanksi denda berupa uang tunai kepada 9.319 orang.

Oleh sebab itu, Miko menyarankan agar DKI melakukan pembatasan sosial seperti masa awal PSBB, namun dilakukan dengan skala lokal.

"Sebaiknya dilakukan PSBB pada RW yang masuk zona merah. Ini mesti benar benar dibatasi karena COVID-19 sudah banyak penularan secara klaster," ucap Miko.

Kata Miko, dalam pembatasan berskala lokal ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perlu melakukan pembatasan pada seluruh rumah warga, pertokoan, pusat belanja, tempat usaha, hingga perkantoran wilayah dengan zona merah atau yang memiliki risiko penularan tinggi.

"Di RW tersebut, toko-toko ditutup kembali, tempat makan tidak boleh melayani di tempat, perusahaan terapkan work from home semua. Ini sekaligus membuat efek jera terhadap RW yang merah. Kalau mau buka, mesti keluar dari zona merah dulu," jelas dia.

"Sekarang, lihat saja tempat-tempat makan seperti warteg. Tidak ada protokol COVID-19 seperti menjaga jarak. Orang pada ngumpul semua saat makan. Belum lagi saat ini banyak bermunculan kasus COVID-19 di perkantoran karena tidak patuh terhadap pembatasan," tambahnya.

Seperti diketahui, PSBB transisi pertama kali diberlakukan pada 5 Juni hingga 2 Juli. Kemudian diperpanjang selama 14 hari pada 16 Juli hingga 30 Juli. PSBB Transisi diperpanjang untuk ketiga kalinya pada 31 Juli hingga 13 Agustus. Saat ini, Pemprov DKI akan memutuskan soal kelanjutan kebijakan pengendalian COVID-19.

Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria menyebut kemungkinan PSBB transisi akan diperpanjang kembali selama dua pekan. Namun Riza belum bisa memastikan hal itu karena Pemprov DKI masih melakukan kajian epidemiologi COVID-19.