KAPUAS HULU - Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengatakan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Kalimantan Barat sudah menggunakan alat berat jenis ekskavator. Kondisi tersebut hanya bisa dihentikan atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi)
"Yang bisa buat perintah itu presiden, jika presiden minta hentikan, besok PETI itu berhenti, tapi kalau saya susah, karena PETI sudah pakai ekskavator, jadi kalau presiden yang perintah cepat," kata Sutarmidji, saat mendampingi kunjungan kerja Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di Sintang Kalbar dikutip Antara, Kamis, 25 November.
Sutarmidji juga berharap agar tidak lagi terjadi kerusakan alam, apalagi saat ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas 70 persen sudah rusak.
Selain itu, Sutarmidji juga menyoroti perizinan perkebunan kelapa sawit. Menurut dia, konsesi lahan perkebunan sawit sudah 2,7 juta hektare, yang ditanam baru satu juta hektare dan tersisa masih 1,7 juta hektare yang belum ditanam dan sudah berlangsung lama.
"Itu kan tidak ada hutannya lagi, itu harus di evaluasi, kalau perlu ditarik kembali oleh negara dan dihutankan, bisa jadi itu wilayah tersebut lahan gambut yang tidak bisa ditanami," kata Sutarmidji.
Ia juga mengaku mendukung upaya pemulihan lingkungan seperti yang disampaikan presiden.
"Saya sangat mendukung, sampai 1.000 persen saya mendukung apa yang dikatakan presiden perbaikan lingkungan, areanya kita perbaiki DAS Kapuas itu 70 persen sudah rusak gimana kita perbaikinya," ucap Sutarmidji.
BACA JUGA:
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian KLHK Bambang Hendroyono mengatakan yang utama diperkuat sinergitas pemerintah pusat dan daerah dalam melihat landscape ekosistem.
"Kita lihatnya ke depan upaya pemulihan lingkungan dan ekonomi menjadi penting pemerintah untuk mewujudkan dalam pengendalian iklim, jadi jika kita sudah tahu penyebabnya, pemerintah akan membuat rencana aksi untuk pemulihan ke fungsi perlindungan," kata Bambang.
Menurut dia, DAS dan Sub DAS Kapuas harus menjadi prioritas yang dikelola kembali memenuhi prinsip norma-norma layaknya sebuah DAS yang baru bisa dijaga, tidak boleh ada hambatan dari atas ke bawah mengalir.
"Sehingga di sini upaya pemulihan lingkungan memerlukan pekerjaan stakeholder," ucap Bambang.
Dikatakan Bambang, Kementerian LHK akan berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kementerian PUPR, gubernur dan bupati terkait, mulai dari Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Sekadau, Sanggau dan Kubu Raya Pontianak dalam satu aliran DAS yang harus lihat bersama apa penyebab-penyebabnya.
"Yang paling penting utama, memulihkan kembali DAS dan Sub DAS yang dari awal sudah seperti itu dan mengembalikan kondisinya, sehingga dengan pemulihan lingkungan serta pembangunan berwawasan lingkungan dengan prinsip sesuai kearifan lokal," jelas Bambang.
Selain itu, kata Bambang, dalam pemulihan lingkungan sambil melakukan penanaman pohon kembali.
"Jadi kalau dia lindungi bagian atas maka menanam pohon yang bisa menguatkan akar, akarnya diperkuat sehingga tidak terjadi tanah longsor," ujarnya.
Menyikapi perizinan alih fungsi hutan dan penambangan liar, Bambang mengatakan yang dilihat bagaimana usaha yang diberikan pemerintah sudah ada aturannya dari sejak undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang selama ini diketahui adalah izin lingkungan.
"Kita lebih ketat karena dari kajian lingkungan hidup strategis yang harus sudah dimiliki oleh gubernur dan bupati bisa menetapkan tata ruangnya," tuturnya.
Bambang menjelaskan usaha yang diberikan usaha ada analisis mengenai dampak lingkungan itu menjadi syarat usaha apa pun, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan dan kehutanan yang memang terkait dengan alam landscape yang mesti dilakukan usaha yang disebut persetujuan lingkungan.
"Dibutuhkan pengawasan terhadap persetujuan lingkungan yang melekat pada izin usaha, ketika pemerintah tegas dalam melakukan pengawasan pelaksana perizinan, yang memang terindikasi terjadinya kerusakan lingkungan, itu sebenarnya yang dilihat kewajibannya dia (pelaku usaha) terhadap lingkungan," jelas Bambang.
Sehingga yang ditekankan dalam evaluasi, tegas Bambang yaitu kewajibannya apakah sudah dijalankan, jika seperti itu tentunya pengawasan menghasilkan proses penegakan hukum mulai teguran tertulis, paksaan pemerintah denda administrasi, pemanggilan hingga pembekuan izin dan pencabutan izin.
"Pemerintah sebesar dengan undang-undang cipta kerja jelas, proses yang sudah dibangun mulai dari dokumen lingkungan mengarah kepersetujuan lingkungan, menerbitkan izin usaha kemudian pengawasan izin usaha dan kewajiban lingkungan, proses penegakan hukum dan pada akhirnya harapan kita tidak lagi terjadi kerusakan hutan, lingkungan dan pencemaran," tegas Bambang.