BANDUNG - Kabar buruk bagi Jawa Barat. Kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, provinsi di bawah komando Ridwan Kamil ini menjadi provinsi dengan tenaga kerja yang terdampak imbas dari COVID-19 paling banyak.
Data yang dimiliki kementerian dengan bantuan dari Disnaker Pemda, hingga 31 Juli 2020, pekerja formal maupun informal yang terdampak COVID-19 di provinsi ini sudah mencapai lebih dari 342.772 orang pekerja.
"Tentu dengan kondisi dan tantangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat ini perlu untuk segera ditindaklanjuti sesegera mungkin agar kita bisa tekan laju dampak COVID-19 ini ke depannya," kata Ida Fauziyah dalam keterangannya, Minggu 9 Agustus. Ida bilang itu saat memberi arahan konkret pemulihan ekonomi nasional di bidang ketenagakerjaan di hadapan Kadisnaker Kab/Kota seluruh Jawa Barat.
Hingga 31 Juli 2020, total pekerja formal maupun informal yang terdampak COVID-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, data yang sudah di-cleansing kemnaker dengan BPJS Ketenagakerjaan mencapai 2.146.667 orang (yang terdata by name by address).
Data yang sudah cleansing tersebut terdiri dari pekerja formal yang dirumahkan mencapai 1.132.117 orang dan pekerja formal yang di-PHK sebanyak 383.645 orang. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak mencapai 630.905 orang.
BACA JUGA:
Menurut Menaker Ida, pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional berupaya meringankan beban pekerja ter-PHK melalui berbagai stimulus, termasuk menyalurkan berbagai bantuan sosial bagi para korban PHK, Kartu Prakerja, program padat karya, dan kewirausahaan untuk penyerapan tenaga kerja yang terdampak pandemi.
Pemerintah juga akan memberikan stimulus berupa subsidi upah kepada para pekerja peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan yang penghasilannya di bawah Rp5 juta.
"Subsidi upah diberikan sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan dan akan diberikan per dua bulan sekali. Artinya, satu kali pencairan, pekerja akan menerima uang subsidi sebesar Rp1,2 juta," ungkap Ida.
Menurutnya, dengan adanya stimulus seperti ini, maka daya beli masyarakat akan mulai meningkat. Sehingga akan berdampak pada pertumbuhan positif perekonomian Indonesia di kuartal III dan IV.
Sementara itu ditemui di tempat yang sama, Kadisnakertrans Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi, mengungkapkan bahwa kondisi ketenagakerjaan yang ada di Jawa Barat saat ini tingkat angka pengangguran terbuka di Jawa Barat masih cukup tinggi. Ditambah lagi, masih tingginya angka disparitas UMK ditingkat Kabupaten/Kota, yang berdampak pada minimnya produktivitas dan daya saing keterampilan yang ada di Jawa Barat.
"Tentu Kami di provinsi meminta bantuan arahan dari pusat dan Bu Menteri agar sarana dan prasarana pelatihan di Jawa Barat dan permasalahan lainnya dapat diatasi dengan baik," ungkap Taufik.