JAKARTA - Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani membenarkan lambatnya perkembangan repatriasi korban pelanggaran HAM di Indonesia salah satunya diakibatkan oleh birokrasi yang masih menerapkan sistem politik impunitas.
Namun, dia menyampaikan pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang mempersiapkan regulasi untuk menyelesaikan permasalahan terkait pelanggaran HAM berat di Indonesia.
“Kasus yang menyangkut pelanggaran HAM perlu dibicarakan di ruangan yang membuat orang nyaman untuk menyuarakan pendapatnya. Pemerintah mengerti tentang hal itu dan sekarang sedang mengusahakan agar permasalahan tersebut dapat selesai di pemerintahan Jokowi,” kata Jaleswari dalam Diskusi Urgensi Pemenuhan Hak Reparasi Korban Pelanggaran Berat HAM Masa Lalu di Festival HAM, Semarang, Jawa Tengah dikutip Antara dari siaran pers, Rabu, 17 November.
Jaleswari menambahkan, dalam proses pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan repatriasi korban pelanggaran HAM, terdapat hal-hal teknis di lapangan yang tidak bisa diprediksi. Oleh karenanya, pemerintah sangat berhati-hati dalam merumuskan suatu kebijakan.
“Pemerintah tidak tertutup, selalu mendengarkan penolakan dan aspirasi dari masyarakat sipil. Kemudian, kita di KSP juga melakukan kritik internal dalam menanggapi setiap aspirasi masyarakat terkait kasus ini,” jelasnya.
BACA JUGA:
Dalam forum tersebut, perwakilan Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) Miryam Nainggolan sempat menyampaikan permohonannya agar ada perhatian khusus dari KSP untuk mengawal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat seperti kasus tragedi 1965 dan pemulihan para korban.
“Terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat sudah lama sekali dibicarakan tapi perkembangannya memang belum nampak. Jadi kami memohon kepada Ibu Deputi V dan KSP untuk lebih fokus kepada peluang yang dapat dimanfaatkan dan mengatasi tantangan yang telah disampaikan korban,” kata Miryam Nainggolan.
Ada pun pemerintah saat ini sedang mengupayakan proses pengesahan Konvensi Anti Penghilangan Paksa dan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) untuk menjamin pemenuhan hak pemulihan atas korban pelanggaran HAM dan menjamin ketidakberulangan pelanggarannya.