29 Perusahaan Kembali Ditutup karena Jadi Klaster Baru Penyebaran COVID-19
Ilustrasi. (Achmad Basarrudin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi dengan mulai dibukanya perkantoran dan pabrik-pabrik di masa pandemi COVID-19 ini. Namun, seiring dengan berlakunya kebijakan tersebut justru timbul masalah yakni munculnya klaster baru penyebaran COVID-19 di perusahaan.

Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengungkap, beberapa perusahaan harus kembali ditutup karena menjadi klaster baru penyebaran virus yang ditemukan pertama kali di Wuhan, China ini.

"Ada 29 perusahaan yang tutup di Jakarta karena sebagai klaster baru," katanya, dalam diskusi virtual bertajuk 'UMKM Bangkit, Ekonomi Melejit', Kamis, 6 Agustus.

Menurut Diana, situasi seperti ini memang sulit. Di mana untuk menjamin kelangsungan operasional perusahaan dan pekerja, perusahaan harus tetap beroperasi. Namun di saat yang sama, operasional ini rentan terancam paparan COVID-19.

Lebih lanjut, Diana mengungkap, fase paling berat dunia usaha yakni ketika diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Di mana transaksi penjualan turun drastis, baik cash flow perusahaan maupun distribusi produk.

Diana mengatakan, akibat pandemi dan berlakukannya PSBB ada penurunan omzet UMKM. Dari hasil survei LIPI, selama pandemi 94 persen mengalami penurunan penjualan, dan ada lebih dari 75 persen dialami usaha rumahan.

Meski begitu, menurut Diana, pemerintah mau tidak mau harus memberlakukan PSBB agar persoalan pandemi terkait kesehatan dapat terselesaikan. Sehingga, nantinya pemulihan ekonomi nasional akan lebih cepat.

"Merujuk pada peraturan Menkes, kita harus mau tidak mau melaksanakan PBB, dan ini dalam rangka penanganan COVID-19 dan mudah-mudahan kita bisa segera keluar dari kondisi saat ini," ujarnya.

Melihat kondisi sektor UMKM yang tertekan akibat COVID-19, pemerintah pun langsung menggunakan stimulus untuk sektor usaha. Namun dalam pelaksanaan, bantuan tersebut tak berjalan mulus.

"Kami masih dapat laporan mereka belum mendapatkan subsidi itu, akses agak sulit, terutama memang pelaku ekonomi yang kemarin tidak dapat akses perbankan, ini yang menjadi PR dari kami," tuturnya.

Di sisi lain, Diana berharap, ada penyederhanaan agar para dunia usaha dan pekerja dapat menjaga daya konsumsi. Sehingga, ke depannya, pendistribusian anggaran transparan dan tepat sasaran. Hal ini supaya aktivitas ekonomi riil tetap terjaga.