JAKARTA - Ancaman pandemi COVID-19 tak hanya berhenti pada kesehatan manusia, tetapi juga 'menginfeksi' ekonomi global. Hampir semua negara melaporkan penurunan ekonomi akibat virus ini. Dalam situasi terburuk, kondisi itu bisa menuju pada resesi. Salah satu masuk ke dalam jurang resesi adalah Korea Selatan.
Bagaimana posisi Indonesia? Bisakah Indonesia selamat dari resesi ekonomi akibat COVID-19? Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyebut, pada kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi dengan minus 4 sampai 6 persen. Jika di kuartal III Indonesia tetap negatif, maka Indonesia akan masuk jurang resesi.
Namun, kata Agus, Indonesia bisa terhindar dari resesi jika bisa memanfaatkan momentum kenormalan baru dan disiplin protokol kesehatan. Tetapi, menurut dia, penanggulangan kesehatan masyarakat akibat COVID-19 di Indonesia belum terlalu sukses.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, tantangan akan semakin besar di hadapi oleh Indonesia jika second wave atau gelombang kedua pandemi terjadi.
"Risiko terbesar adalah kalau yang gelombang pertama ini belum selesai dan nanti berikutnya setelah agak reda ada gelombang kedua," katanya, dalam diskusi virtual, Senin, 3 Agustus.
Agus memproyeksikan, bahwa kinerja perekonomian pada kuartal III 2020 bisa positif. Sekalipun hasilnya negatif, dia memperkirakan mungkin hanya setengah persen dan bisa mencapai satu persen pertumbuhan positif di kuartal IV/2020 atau kalau kondisi sudah lebih baik bisa di atas 3 persen.
"Di kuartal III, apabila momentum yang ada ini dijaga, kita bisa terhindar dari resensi yaitu tidak perlu terjadi dua kuartal pertumbuhan ekonomi negatif," jelasnya.
Namun, Agus menekankan, berhasil atau tidaknya upaya stabilisasi ekonomi ini tergantung pada kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan. Karena itu, penanganan kesehatan sangat menentukan.
"Itu merupakan tantangan yang besar dan oleh karena itu seluruh komunitas harus diajak tidak bisa kita hanya mengandalkan pada pemerintah," ucapnya.
Bankir senior ini mengatakan, kondisi krisis yang dialami Indonesia saat ini merupakan masalah yang berdampak sosial. Sebab, masyarakat tak bisa melakukan pertemuan, karena menghindari tertular COVID-19 dan harus tetap di rumah. Bahkan tak bisa ibadah di tempat ibadah dan semua mengalami kondisi ekonomi sulit. Ada yang juga kehilangan kesempatan kerja.
"Kalau di negara lain, gelombang kedua, sudah melakukan kegiatan keras bukan hanya PSBB, tapi penutupan mutlak, Indonesia gelombang pertama belum selesai. Untuk itu kita harus sangat hati-hati. Perkembangan terakhir banyak klaster baru (COVID-19)," katanya.
BACA JUGA:
Dalam kesempatan yang sama, Sektetaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Raden Pardede mengatakan, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi. Namun, dia mengatakan, kondisi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara lain.
"Ingat negara lain lebih parah. Kuartal II 2020 kita sudah terima akan mengalami negatif. Pertanyaan apakah kuartal 3-4 mengalami negatif atau tidak?," ujar Raden.
Raden mengatakan, secara teknikal, kalau mengalami pertumbuhan ekonomi negatif atau kontraksi di kuartal ketiga, maka ekonomi akan mengalami resesi. Jika kuartal IV-2020 mengalami pertumbuhan yang juga negatif, masih disebut juga resesi.
"Kalau tahun depan masih negatif berarti depresi. Secara ekonomi, ini yang akan kita coba lakukan pencegahan. Jadi kita harapkan di kuartal III ini jangan negatif," katanya.
Menghindari resesi ini, prasyarat di awal adalah harus timbul dulu rasa aman dan sehat. Raden mengatakan, jangan dilihat bahwa hanya memusatkan perhatian pemerintah ke ekonomi.
"Kita tak bisa menyamakan diri seperti negara maju yang dapat melakukan lockdown dalam waktu yang lama. Apa yang paling maksimum yang bisa kita lakukan di situasi seperti sekarang. TLI: Tes, Lacak dan Isolasi. Itu harus dilakukan. Ini akan menjadi fokus beberapa bulan ke depan," jelasnya.
Raden mengatakan, pihaknya akan melakukan tes PCR dab lacak yang lebih masif untuk pengecekan COVID-19 kepada masyarakat.
"Tadi malam sudah dibicarakan bahwa harus ada peningkatan secara signifikan terhadap belanja pemerintah. Dana yang lumayan besar sudah disiapkan pemerintah di tahun ini, tetapi belajarnya belum. Hari ini akan ada Rakortas mengenai ini. Sehingga belanja mengenai pengadaan PCR kita sesuai standar WHO," ucapnya.