BATU - Wali Kota Batu, Jawa Timur Dewanti Rumpoko mengakui dugaan alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai Brantas berkontribusi membawa bencana banjir bandang. Analisis ini juga disampaikan BNPB.
Namun, Dewanti mengatakan perubahan alih fungsi lahan hutan lindung menjadi lahan pertanian itu bukan menjadi faktor tunggal. Dari hasil susur sungai yang dilakukan, ditemukan banyak aliran sungai yang tersumbat material pohon hingga tanah longsoran.
Dari hasil penyusuran dengan drone, dijumpai banyak longsoran terjadi di kawasan Pusung Lading. Mulai longsoran tanah hingga pohon-pohon mati bekas kebakaran pada 2019.
Material ini kemudian terbawa aliran air dari curah hujan yang deras waktu itu dan akhirnya menyatu dengan aliran anak Sungai Brantas.
Hingga kemudian material ini menyumbat jalannya air di sekitar Kecamatan Bumiaji dan berbelok ke arah sungai mati dan membawa dampak luar biasa di Desa Sambong dan Gintung yang tadinya adalah sungai mati.
“Jadi alih fungsi lahan di hulu itu juga jadi faktor utama, lalu juga ditambahi dengan curah hujan yang deras dan material pohon dan longsoran tanah di Pusung Lading itu,” kata Wali Kota Batu, Selasa, 9 November.
Dampak banjir bandang ini membuat 17 rumah hilang disapu bah, 43 rumah rusak parah dan 32 rumah terendam lumpur. Ada 14 korban, 7 orang di antaranya ditemukan tewas karena terhanyut dan sisanya 6 orang ditemukan selamat.
Dampak serupa juga terjadi di Kota Malang, 625 KK atau 1.100 warga terpaksa mengungsi dan 4 rumah hilang dan rusak parah diterjang banjir. Nihil korban jiwa. Hingga saat ini, pembersihan sisa material masih terus dilakukan.
“Untuk pembersihan material ditarget minggu depan selesai. Tapi kalau untuk normalisasi butuh waktu lama hingga 6 bulan,” jelasnya.
BACA JUGA:
Rekomendasi dari BNPB menyebutkan Pemda setempat bersama lintas stakeholder dan masyarakat wajib menggalakkan reboisasi, khusus di bagian hulu sungai.
Selain itu, rekomendasi teknis dari BBWS untuk jangka panjang adalah dengan membangun cek dam dan bangunan terjunan untuk mengendalikan arus sungai.
Sementara itu, pihaknya juga akan mengupayakan warga terdampak untuk sementara dibangunkan hunian sementara. Pemkot tidak bertanggungjawab jika rumah warga menyalahi aturan dibangun di bantaran sungai.
“Misal kalau ada rumah di bantaran sungai dan menyalahi aturan ya tidak bisa dibangun lagi, harus relokasi. Nanti lokasi relokasi sudah disiapkan di wilayah Desa Bulukerto,” kata dia.