JAKARTA - Dua menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini dilakukan karena mereka diduga berbisnis di balik proses pengadaan alat PCR yang merupakan alat tes untuk mendeteksi COVID-19.
Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) melaporkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir ke KPK. Pelaporan ini muncul karena adanya desas-desus yang menyatakan kedua menteri di Kabinet Indonesia Maju ini bermain di balik bisnis PCR.
"Kami ingin melaporkan desas-desus di luar bahwa ada dugaan beberapa menteri yang terkait dengan bisnis PCR, terutama kalau yang sudah disebut banyak media itu adalah Menko Marves sama Menteri BUMN, Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir," kata Wakil Ketua Umum PRIMA Alif Kamal usai menyampaikan pelaporan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 4 November.
Meski telah menyampaikan pelaporan, Alif mengatakan dirinya tidak bertemu dengan pihak Humas KPK. Namun, ia memastikan laporan bersama data awal berupa kumpulan pemberitaan terkait dugaan bisnis PCR itu telah diterima oleh komisi antirasuah.
Adapun yang jadi dasar pelaporan ini, kata Alif, karena dugaan bisnis ini membuat masyarakat kesulitan di tengah pandemi COVID-19. Selain itu, laporan ini dibuat karena harga tes PCR kerap berubah dan tidak jelas harga dasarnya.
Ia memandang tak ada keterbukaan informasi sehingga masyarakat dibuat kebingungan. "Kita enggak ngerti sebenarnya harga standar dari PCR ini berapa. Agar kemudian masyarakat paham sebenarnya PCR ini oleh negara oleh pengimpornya oleh pelaku bisnisnya itu berapa agar kemudian kita tenang gitu," ungkapnya.
BACA JUGA:
Laporan diterima dan siap diteruskan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat
Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto mengatakan laporan ini memang sudah diterima pihaknya dan saat ini tengah diproses oleh bagian persuratan. Nantinya, usai proses ini, laporan tersebut akan diteruskan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK untuk dilakukan telaah lanjutan.
"Suratnya berdasarkan pengecekan sudah diterima bagian persuratan, tentunya ini akan melalui mekanisme dan akan diterima oleh Direktorat Dumas dan (akan, red) ditelaah," kata Setyo dalam konferensi pers.
Menelaah lebih jauh, sambung dia, perlu dilaksanakan untuk mengetahui mengetahui apakah dugaan tersebut sesuai dengan kewenangan komisi antirasuah sesuai Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019.
Jika sesuai, KPK kemudian akan menindaklanjutinya dengan kegiatan lainnya seperti melakukan klarifikasi. "Ada (pencarian, red) informasi, klarifikasi, permintaan data-data, dan lainnya," tegas Setyo.
"Jadi masih proses dan kami tidak akan menjawab apakah harus klarifikasi siapa-siapa karena itu merupakan pola kerja. Tapi terhadap siapa-siapanya nanti dari Dumas dan Direktorat Penyelidikan KPK yang akan melakukan penyelidikan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Setyo juga mengapresiasi laporan yang disampaikan oleh masyarakat. Apalagi, laporan ini disampaikan dengan jalur resmi sehingga KPK bisa melakukan tindak lanjut.
"Terkait informasi dan laporan tentang indikasi atau dugaan korupsi di pengadaan PCR, kami ucapkan terima kasih pada masyarakat atau kelompok tertentu yang memberi info dan bahkan melapor secara resmi," ungkapnya.
Sebelumnya, eks Direktur YLBHI Agustinus Edy Kristianto menyebut sejumlah menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo terlibat bisnis tes PCR. Edy mengatakan, para menteri itu terafiliasi dengan GSI, penyedia jasa tes COVID-19.
Menurut Edy, perusahaan itu didirikan oleh sejumlah perusahaan besar. Ia mengaitkan Erick dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan itu dipimpin oleh saudara Erick, Boy Thohir.
Selain itu, Edy juga menyebut nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, Luhut terlibat lewat PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).