JAKARTA - Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rusandi menilai harga rokok masih terlalu murah sehingga mudah dijangkau masyarakat.
“Rokok juga masih bisa dibeli secara eceran atau batangan. Ini sangat berpengaruh terhadap mengapa jumlah konsumsi rokok tidak menurun di tengah COVID-19,” kata Kartini dalam webinar “Tapak Tilas Advokasi Harga Rokok di Indonesia”, dilansir Antara, Selasa, 2 November.
Menurutnya, Kemenkes bersama kementerian dan lembaga lain terus berupaya menemukan titik tengah pengendalian rokok untuk menciptakan generasi emas pada 2045.
“Tugas kami adalah bagaimana mempersiapkan generasi unggul, produktif, dan berdaya saing khususnya untuk Generasi Emas 2045. Tidak bisa tidak, kita harus mempersiapkan mereka sejak dalam kandungan,” ucapnya.
Selama ini, pemerintah melakukan pengendalian rokok sebagaimana pengendalian COVID-19, dengan kebijakan ‘gas dan rem’. Hal ini agar konsumsi rokok tetap dapat terkendali tanpa menghancurkan industri rokok.
BACA JUGA:
Pengendalian rokok, tegas Kartini, perlu dilakukan karena selama ini banyak masyarakat perokok yang lebih mementingkan membeli rokok ketimbang memenuhi asupan gizi anak-anak.
“Banyak orang yang lebih memilih merokok daripada membeli telur untuk anak. Padahal kita tahu ada anak yang stunting dan sebagainya, yang membutuhkan makanan yang baik seperti protein sehingga telur itu penting,” imbuhnya.
Selama ini Kemenkes telah melakukan kerja sama dengan kementerian lain, tidak hanya terkait harga rokok, tapi juga pelarangan iklan dengan penampakan gambar rokok, pembesaran gambar peringatan bahaya merokok di bungkus rokok, perluasan implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan pengaturan produksi serta peredaran rokok.
“Banyak upaya yang kita lakukan, dan berbagai upaya yang kita buat bekerja sama dengan kementerian lain, termasuk yang mengatur sisi ekonomi. Apalagi pejabat tinggi kami juga orang keuangan sehingga menjadi saluran untuk melakukan upaya yang lebih baik untuk mengatasi masalah kesehatan,” katanya.