Selain PSBB, Cara Lain yang Dipakai Jateng Hadapi COVID-19

Bagikan:

JAKARTA - Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan langkah untuk menekan angka penyebaran COVID-19. Tetapi, cara itu baru akan diberlakukan jika pemerintah daerah mengajukannya dan mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan.

Namun, di beberapa daerah PSBB tidak dipakai,mereka menggunakan cara lain atau alternatif. Beberapa cara untuk mengatur mobiltas masyarakat agar tak tertular atau menularkan virus, antara lain, Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PMK), Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR), dan Merdesa.

Untuk Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM), cara ini banyak digunakan di daerah-daerah Jawa Tengah. Hanya kota Tegal yang menerapakan PSBB sebagai langkah pencegahan COVID-19.

Gubernur Jawa Tegah Ganjar Pranowo mengatakan, pada dasarnya aturan PKM dan PSBB tak jauh berbeda. Namun, yang terpenting lebih kepada literasi terkait COVID-19. Sehingga, penanganan dan pencegahannya akan berjalan dengan baik

"Sebenarnya PSBB atau PKM, atau tidak ada apa-apa, sebenarnya yang dibutuhkan hari ini adalah literasi yang cukup tentang COVID-19," ucap Ganjar dalam diskusi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa, 19 Mei.

Dalam pemerapan aturan PKM, kata Ganjar, pemerintah provinsi (pemprov) tak memaksa kepala pemerintah kabupaten atau kota untuk mengikutinya. Mereka diberikan kebebasan untuk memilih dan ditawari untuk menerapkan PSBB.

Namun, dengan catatan harus mempertimbangkan resiko dan hal-hal yang harus dipersiapkan dalam penerapan PSBB. Sebab, untuk menghadapi masa pandemi ini diperlukan krativitas.

"Apabila PSBB dinilai sebagai cara baik, saya selalu sampaikan ke Walikota dan Bupati untuk menghitung beberapa aspek di sekitarnya, terutama aspek sosial," kata Ganjar.

Kebebasan itu dibuktikan dengan hanya kota Tegal yang menerapkan PSBB. Kemudian, kemungkinan daerah Wonosobo juga akan menyusul lantaran angka kasus positif semakin bertambah dengan cepat.

Hal ini disebabkan, banyak penyebaran berasal dari klaster Ijtima Gowa. Jika dirunut ke belakangan, penyebaran ini bersumber pada orang-orang yang tertular karena mengikuti Ijtima Ulama di Bontomarannu, Sulawesi Selatan, kisaran Maret 2020.

"Wonosobo kayaknya pengen PSBB karena tiba-tiba terjadi peningkatan (Covid-19)yang cukup tinggi, karena persebaran dari alumni Gowa dan ternyata ini juga menjangkiti yang ke Purworejo, kita juga melihat sekitar Temanggung, Brebes, dan sebagainya," ungkap Ganjar.

Cara yang kedua dengam menggunakan Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR). Metode ini dilakulan untuk mengawasi dan membatasi pergerakan orang di wilayah yang tergolong kecil, contohnya Kabupaten Maluku Tengah.

Seorang relawan di Desa Rohomani, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, Abdul Wahid Sangadji mengatakan, aturan ini mencegah masyarakat sekitar berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya. Sehingga, penyebaran COVID-19 bisa semakin teratasi.

"Melakukan PSBR Pembatasan sosial berskala regional. Jadi pembatasannya dari satu pulau ke pulau lain," ucap Abdul.

Tetapi, ada sisi negatif dalam penerapan aturan ini. Selama tiga periode diberlakukan, dampak ekonomi yang paling terasa karena masyarakat tak bisa keluar pulau. Tercatat, di Maluku Tengah aturan ini di terapkan sejak 17 April dan melewati dua kali perpanjangan hingga 29 Mei 2020.

"Salah satu yang bisa berdampak itu pasti ekonomi. masyarakat itu kembali menebang pohon sagu sebagai kebutuhan pokok," kata Abdul.

Terakhir penggunaan metode Merdesa. Konsep yang disebut menggabungkan kapasitas pemerintah desa dengan kapasitas sosial masyarakat desa untuk mengatasi wabah diterapakan oleh Pemerintah Desa Panggungharjo di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kepala Desa Panggungharhjo Wahyudi Anggaro Hadi mengatakan, dalam mengatasi penyebaran virus, pemerintah dan warga desa membentuk Gugus Tugas COVID-19, memetakan dampak wabah, serta melakukan mitigasi dampak sosial sejak pertama kali kasus positif muncul.

"Kami telah membuat panggung relawan COVID-19 sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama," Hadi.

Kemudian, para relawan itu bertugas untuk menyampaikan pemahaman soal pembatasan aktivitas sosial dan pencegahan penularan COVID-19. Selain itu, memberikan informasi soal apa saja yang dilarang dan diijinkan untuk dilakukan ketika pandemi COVID-19

"Ada kesamaan persepsi terkait dengan situasi semacam ini. Bahwa jangan panik tetapi jangan abai," pungkasnya.