Ratas lewat Telekonferensi Dianggap Rawan Kesalahan Komunikasi
Suasana telekonferensi ratas Presiden Jokowi dengan jajaran menterinya yang membahas percepatan ekonomi menghadarapi COVID-19 (Foto: Instagram @pramonoanungw)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo dan jajaran Kabinet Indonesia Maju menggelar rapat terbatas (ratas) terkait penanganan virus corona atau COVID-19 di Indonesia, kemarin. Ada yang berbeda dalam ratas ini. Jika biasanya para menteri hadir di Istana Negara, Jakarta, kali ini mereka melakukan telekonferensi.

Sekitar pukul 10.00 WIB, Presiden Jokowi bersama jajaran menteri, di antaranya Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menkes Terawan Agus Putranto, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menlu Retno LP Marsudi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta beberapa menteri lainnya melakukan telekonferensi membahas penanganan penyebaran virus dari Kota Wuhan, China tersebut.

Ratas model telekonferensi ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penyebaran virus tersebut. Apalagi, saat ini Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dinyatakan positif mengidap virus tersebut. Presiden Jokowi juga telah mengeluarkan anjuran kepada masyarakat untuk belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai, rapat jarak jauh lewat telekonferensi memang diperlukan di masa penyebaran virus semacam ini. Namun, risiko kesalahan komunikasi cukup rentan terjadi dalam rapat ini. 

"Itulah kekurangan pejabat kita. Yang tatap muka saja banyak miskomunikasi dan saling menyalahkan. Apalagi rapat melalui telekonferensi," kata Ujang kepada VOI lewat pesan singkat, Selasa, 17 Maret.

Ujang menyarankan, untuk penanganan virus corona, pemerintah harusnya punya standard operational procedure (SOP). Sehingga bisa meminimalisir kesalahan pengambilan sikap dan miskomunikasi.

"Bekerja saja sesuai SOP, jika sudah bekerja sesuai SOP maka tidak ada yang bisa menyalahkan," tegas Ujang.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah juga memiliki pandangan yang sama jika rapat memang harus dilakukan secara telekonferensi di masa darurat penyebaran COVID-19 seperti saat ini.

"Untuk kondisi darurat semacam ini tidak ada pilihan bijak selain gunakan teknologi informasi," kata dia.

Hanya saja, rapat melalui telekonferensi ini, kata Dedi memang berisiko terjadi distorsi pesan atau miskomunikasi jika tak ada langkah lanjutan usai rapat elektronik ini dilakukan.

"Memang (telekonferensi) memiliki resiko adanya distorsi pesan, terlebih jika ratas hanya berlangsung tanpa ada platform lanjutan," ungkap dia sambil menjelaskan platform yang dimaksud adalah laporan secara berkala tiap jam yang harus dilakukan antar para menteri dan Presiden Jokowi dalam menghadapi penyebaran COVID-19.

Hasil ratas

Setelah ratas dilaksanakan, melalui sebuah video yang ditayangkan di akun YouTube milik Sekretariat Presiden, Jokowi menyampaikan sejumlah arahan yang disampaikan oleh para menterinya. Kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Jokowi meminta agar bisa menginformasikan para kepala daerah agar berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan terkait penanganan penyebaran COVID-19. Kepala daerah, kata Jokowi, jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang membuat kepanikan namun efektif untuk mengurangi pertemuan atau kerumunan di wilayahnya.

"Sebagai contoh Mendagri, memberitahukan kepada kepala daerah agar hati-hati membuat policy (kebijakan) agar tak menimbulkan kepanikan masyarakat. Policy (kebijakan)nya bisa tepat sasaran agar mengurangi pertemuan-pertemuan sehingga kita kurangi dampak COVID-19," ungkap dia dalam video tersebut.

Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Jokowi berpesan agar kebijakan belajar di rumah atau meliburkan sekolah  diperhatikan. Apalagi, tiap daerah punya kekhususan tersendiri sehingga kebijakan belajar di rumah ini harus diperhatikan secara seksama.

Selain soal belajar di rumah, Jokowi juga mengimbau perusahaan untuk menerapkan kerja dari rumah (work from home) dan beribadah di rumah dengan tujuan mengurangi interaksi publik demi mencegah penyebaran Corona.

"Ini sekali lagi untuk mengurangi pergerakan karena social distancing penting sekali sehingga kita harapkan kita bisa selesaikan yang berkaitan dengan COVID-19," tegas dia.

Untuk Menteri Perindustrian dan Menteri UKM, Jokowi juga berpesan jangan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan bagi Menteri Desa, dia meminta kepala daerah dan kepala desa diarahkan melakukan cash for work.

Dalam rapat ini, Jokowi juga sempat menyinggung soal kartu pra kerja yang anggarannya mencapai Rp10 hingga Rp12 triliun. Kartu ini, kata dia, diharapkan pada minggu ini sudah bisa dijalankan dan bentuk organisasinya harus sudah ada. Kepada Menteri Sosial, Jokowi juga meminta agar Program Keluarga Harapan (PKH) tahap dua bisa segera dilakukan.

Terpenting, Jokowi mengingatkan para menteri harus bisa menahan anggaran yang tidak perlu di masa sekarang ini. Di antaranya adalah anggaran yang berkaitan dengan perjalanan dinas dan meeting untuk kemudian dialihkan kepada hal yang lebih penting.

"Kita berada pada situasi yang tidak seperti biasanya. Yang paling penting menteri harus berani menahan anggaran dari program yang ada sehingga anggaran yang ada diarahkan sebesarnya untuk menolong rakyat: petani, buruh, guru, pengusaha, pekerja mikro kecil."