Syarat Naik Pesawat Berubah Jadi Antigen, Puan Maharani Soroti Kebijakan Pemerintah soal Tes PCR 

JAKARTA - Pemerintah mengumumkan penghapusan kewajiban syarat tes PCR untuk pelaku perjalanan penerbangan atau transportasi udara. Dengan begitu, hasil rapid test antigen kembali berlaku sebagai syarat perjalanan.

Ketua DPR Puan Maharani menyebut kebijakan tes PCR untuk syarat perjalanan penerbangan memang kurang efektif. Karenanya, DPR akan mengawal setiap persoalan yang kini muncul mengingat lembaga legislatif itu selalu dituntut agar dapat responsif terhadap berbagai permasalahan yang berkaitan dengan urusan rakyat.

“DPR RI dengan kewenangan yang dimilikinya, akan secara efektif mendorong pemerintah semakin baik kinerjanya dalam menangani pelayanan dan urusan rakyat. Sehingga rakyat selalu merasakan kehadiran negara dalam membantu menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya,” ujar Puan, Senin, 1 November.

Selain masalah tes PCR, Puan juga menyoroti berbagai permasalahan yang hadir ditengah masyarakat. Sebagai fungsi pengawasan, kata dia, DPR bakal mengawal masalah-masalah yang dirasakan rakyat.

“Berbagai permasalahan yang saat ini menjadi perhatian luas dari rakyat antara lain kasus pinjaman online ilegal, rencana kenaikan upah minimum 2022, penanganan Pandemi COVID-19, yang terkait dengan transportasi publik, vaksinasi lanjutan, dan antisipasi ketidakpastian COVID-19," kata Puan.

"Kemudian antisipasi bencana alam akibat cuaca ekstrem, kesiapan pemerintah menghadapi lonjakan COVID-19 menjelang akhir 2021, serta rencana Pemerintah Arab Saudi untuk membuka kembali umrah bagi jamaah Indonesia,” lanjutnya.

Dalam fungsi legislasi, Puan berjanji pada masa persidangan ini DPR akan melanjutkan penyelesaian prolegnas prioritas 2021. Puan menjelaskan, saat ini sejumlah RUU sedang dalam pembahasan pada pembicaraan Tingkat I, kemudian terdapat juga peraturan pelaksanaan Undang Undang yang membutuhkan pembahasan bersama antara DPR RI dan Pemerintah.

“Penyelesaian pembahasan RUU prioritas prolegnas 2021, agar dapat menjadi perhatian bersama antara DPR RI dan pemerintah, karena hal tersebut akan menjadi salah satu tolok ukur rakyat dalam menilai kinerja program legislasi nasional,” tegas Puan.

Mantan Menko PMK itu menyebut, sebuah RUU merupakan upaya dalam pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional untuk dapat menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia. Selain itu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat berdasarkan UUD 1945.

Karena itu, kata Puan, pembentukan undang-undang melalui pembahasan antara DPR dan pemerintah disebut harus dapat mengupayakan norma hukum yang selaras dengan Pancasila dan amanat UUD 1945.

Sebab, kebutuhan hukum atas sebuah undang-undang dinilai sangat ditentukan oleh tuntutan perkembangan zaman serta dinamika politik, sosial, ekonomi, dan budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“DPR RI dan pemerintah dituntut agar dapat membuat norma hukum di dalam undang-undang yang dapat memenuhi kebutuhan hukum nasional, melindungi seluruh rakyat, memenuhi rasa keadilan, menjamin ketertiban dan kepastian hukum, serta mewujudkan kesejahteraan rakyat,” kata Puan.

Dengan memperhatikan perkembangan dalam menyelesaikan Prolegnas RUU Prioritas 2021, Puan menilai, penyusunan Prolegnas RUU Prioritas 2022 harus dilakukan secara cermat dan memiliki dasar pertimbangan dan tingkat kebutuhan hukum yang tinggi.

Puan menambahkan, pembahasan RUU perlu mempertimbangkan mekanisme dalam situasi Pandemi COVID-19 yang masih menjadi tantangan bagi DPR dan pemerintah.

“Dalam menjalankan fungsi legislasi untuk dapat memenuhi kebutuhan hukum nasional, DPR RI tetap memiliki komitmen yang tinggi untuk membahas RUU secara transparan, terbuka terhadap masukan publik, menyerap aspirasi masyarakat, serta dilaksanakan dengan memenuhi tata kelola pembahasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” papar Puan.