JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah menjawab kebingungan masyarakat terkait Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 mengenai syarat perjalanan orang dengan transportasi pesawat udara pada masa pandemi COVID-19.
"Beberapa hari ini banyak masyarakat bersuara karena bingung dengan aturan baru PCR sebagai syarat semua penerbangan ini. Masyarakat mempertanyakan kenapa dalam kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia yang semakin membaik, tapi justru tes perjalanan semakin ketat," kata Puan Maharani dikutip Antara, Kamis, 21 Oktober.
Syarat perjalanan dari Inmendagri tersebut diatur lebih rinci melalui Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 dan SE Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi COVID-19.
Dalam aturan yang mulai berlaku pada Kamis hingga 1 November 2021, surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan menjadi syarat wajib perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4.
Untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, namun tes antigen masih tetap berlaku dengan durasi 1x24 jam. Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1x24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksin lengkap.
"Kenapa dulu ketika COVID-19 belum selandai sekarang, justru tes antigen dibolehkan sebagai syarat penerbangan. Kalau sekarang harus PCR karena hati-hati? Apakah berarti waktu antigen dibolehkan, kita sedang tidak atau kurang hati-hati? Pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat seperti ini harus dijelaskan terang benderang oleh pemerintah," ujar Ketua DPR.
Menurut dia, tes PCR seharusnya digunakan hanya untuk instrumen pemeriksaan bagi suspek corona. Ia mengingatkan fasilitas kesehatan di Indonesia belum merata dan akan semakin menyulitkan masyarakat yang hendak bepergian dengan transportasi udara.
Puan Maharani mengingatkan tidak semua daerah seperti di Jakarta atau kota-kota besar di mana tes PCR bisa cepat keluar hasilnya.
"Di daerah belum tentu hasil tes PCR bisa selesai dalam 1x24 jam, maka kurang tepat ketika aturan tes PCR bagi perjalanan udara berlaku untuk 2x24 jam," paparnya.
Di sisi lain, kata Puan, masyarakat juga mempertanyakan rencana pemerintah yang akan mengizinkan pesawat mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh atau 100 persen seiring pemberlakuan syarat tes PCR bagi penumpang pesawat, sebab alasan kewajiban tes PCR itu disebut untuk mengurangi penyebaran virus corona.
BACA JUGA:
Penjelasan Satgas COVID-19
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menuturkan, pengetatan perjalanan udara dilakukan mengingat kapasitas penumpang sudah dilonggarkan menjadi 100 persen.
"Pengetatan metode testing menjadi PCR saja di wilayah Jawa-Bali dan non-Jawa-Bali level 3 dan 4 ini dilakukan mengingat sudah tidak diterapkannya penjarakan antar tempat duduk atau sit distancing dengan kapasitas penuh," kata Wiku dalam konferensi pers virtual, Kamis, 21 Oktober.
Wiku mengatakan, PCR memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada rapid test antigen saat digunakan sebagai syarat perjalanan. Sehingga, diharapkan tidak terjadi penularan COVID-19 saat kapasitas penumpang dilonggarkan.
"Pada saat peningkatan jumlah penumpang dengan kepadatan yang lebih tinggi diharapkan tidak terjadi potensi penularan dari orang yang mungkin lolos dari proses skrining apabila tidak menggunakan RT-PCR," tutur dia.
Wiku menjelaskan, pelonggaran kapasitas ini dilakukan sebagai bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas demi pemulihan ekonomi di tengah kondisi kasus yang cukup terkendali.
"PCR sebagai metode testing gold standar dan lebih sensitif daripada rapid antigen dalam menjaring kasus positif, diharapkan dapat mengisi celah penularan yang mungkin ada," jelas dia.