Tes PCR Jadi Syarat Wajib Naik Pesawat, Ombudsman RI: Kebijakan Ini Diskriminatif
Ilustrasi (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menilai kebijakan pemerintah terkait tes PCR sebagai syarat wajib bagi calon penumpang pesawat berpotensi diskriminatif ganda. Artinya, terjadi diskriminasi dari segi finansial dan juga dari sisi kesehatan.

"Saya harus katakan bahwa kebijakan ini diskriminatif. Bahkan kami menyebutnya ini diskriminasi ganda," kata Robert dalam diskusi daring, Sabtu, 30 Oktober.

Ia lantas mengatakan, dari sisi finansial, kebijakan wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan dalam negeri dinilai diskriminatif karena memberi kesan hanya calon penumpang pesawat saja yang mampu membayar lebih untuk membayar tes PCR.

Sedangkan pelaku perjalanan jarak jauh dengan moda transportasi lainnya seperti kendaraan pribadi maupun kreta api dinilai tidak mampu membayar lebih untuk tes PCR.

"Diskriminasi secara finansial kepada mereka yang mampi, kan yang naik pesawat itu dianggap kelompok yang mampu membayar, maka mereka secara finansial diberikan beban lebih ketimbang mereka yang ada di transportai darat seperti mobil atau kereta api," kata Robert.

"Jadi ada diskriminasi secara finansial kepada mereka yang kita anggap mampu, yang naik pesawat itu," imbuhnya.

Selain itu, kebijakan wajib tes PCR juga dinilai diskriminasi dari sisi kesehatan. Kata Robert, aturan tersebut seolah membedakan prioritas keselamatan dan kesehatan masyarakat antara mereka yang berekonomi mampu dan yang kurang mampu.

Asumsi itu, kata Robert, berangkat dari pernyataan yang menyatakan bahwa tes COVID-19 dengan metode PCR lebih baik mendeteksi virus ketimbang tes antigen.

"Karena asumsi yang dibangun adalah perbedaan ini membuat seolah-olah yang (melakukan perjalanan, red) dengan mobil dan kereta api boleh meggunakan antigen, mendapatkan risiko penularan yang lebih tinggi ketimbang (penumpang, red) pesawat," ungkapnya.

"Seolah-olah, karena anda menggunakan moda transportasi yang lebih murah maka pertaruhannya anda boleh saling menularkan, karena hanya diberlakukan tes antigen," tambah Robert.

Sebagai informasi, pemerintah melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3, 2, dan 1 wilayah Jawa-Bali, mewajibkan pelaku perjalanan jarak jauh dalam negeri dengan moda transportasi udara menyertakan hasil negatif tes PCR sebelum keberangkatan.

Kebijakan itu kemudian mendapat banyak kritikan karena dinilai membebani. Tak lama, pemerintah merespons hl tersebut dengan menurunkan harga tes PCR menjadi Rp275 ribu untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp300 ribu luar Jawa-Bali.