Kades Lembang Bandung Barat Penjual Tanah Negara Rp50 Miliar di Cikole
BANDUNG - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jawa Barat menangkap dua orang Kepala Desa (Kades) di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Keduanya diduga menjual tanah aset desa hingga sebabkan kerugian negara sebesar Rp50 miliar lebih.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Arief Rachman mengatakan dua orang itu, yakni Kades Cikole berinisial JR dan eks Kades Cibogo berinisial MS. Keduanya diduga bersekongkol menghapus inventaris aset desa untuk keuntungan pribadi.
"Mereka bersama-sama menyalahgunakan wewenang dengan memindah tangan tanah kas Desa Cikole seluas 8 hektare yang terletak di Blok Lapang Persil 57," kata Arief di Polda Jawa Barat, Kota Bandung dikutip Antara, Kamis, 28 Oktober.
Menurut dia, penghapusan aset desa dengan Surat Keputusan Kades Cikole Nomor 145 yang ditandatangani pada Juni 2020 lalu itu tidak sesuai dengan aturan birokrasi yang berlaku.
Pasalnya, mereka melakukan penghapusan itu tanpa seizin pemerintah daerah setempat. Sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun menemukan adanya kejanggalan berupa kerugian negara sebesar Rp50 miliar lebih itu.
"Dengan adanya kerugian itu terlihat adanya keuntungan finansial yang diambil oleh dua tersangka tersebut," katanya.
Arief menuturkan kini pihaknya pun masih melakukan penyelidikan apakah tanah yang dijual secara ilegal itu bakal dijadikan tempat wisata.
Baca juga:
Pasalnya harga tanah di kawasan Cikole itu pun cukup tinggi mengingat kawasan Lembang yang merupakan salah satu destinasi wisata di Jawa Barat.
"Jadi itu tanahnya berupa lahan lapangan luas, dan ada juga lahan untuk hunian dan sebagainya," kata Arief.
Menurut Arief, kini tanah seluas 8 hektar itu berada dalam penguasaan pihak-pihak yang tak memiliki kewenangan resmi untuk menguasai lahan tersebut.
"Kalau ini tidak kami ungkap, maka akan hilang aset negara senilai Rp50 miliar, tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang terlibat juga," katanya.
Dalam kasus korupsi kades itu, polisi menjerat dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 9 UU Nomor 31 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 KUHP.