Stabilkan Rupiah, Bank Indonesia Janji Bakal Guyur Likuiditas untuk Redam Dampak Tapering AS
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyebut akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian yang berlanjut.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan langkah ini merupakan bukti kesiapan otoritas moneter dalam jelang pengurangan penambahan likuiditas (tapering) dari bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve alias The Fed.
Adapun, cara yang dipilih oleh BI adalah dengan mengucurkan likuiditas ke pasar dengan cara membeli Surat Berharga Negara (SBN).
“Kalau diperlukan jika terjadi tekanan yang lebih tinggi, BI tidak segan-segan melakukan stabilisasi melalui pasar tunai maupun juga pembelian SBN dari pasar sekunder,” ujarnya dalam konferensi pers virtual Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dikutip Kamis, 28 Oktober.
Menurut Perry, tapering AS berpotensi untuk menyedot aliran modal keluar dari Indonesia (capital outflow). Dia juga mengantisipasi gap suku bunga BI dan The Fed yang terlalu dalam yang dapat berimbas pada imbal hasil surat berharga kedua negara di pasaran.
“Kami dan Kementerian Keuangan berupaya melakukan kerja sama untuk memastikan aliran modal asing atau portfolio inflow itu masih tetap kondusif. Tentu saja melalui seberapa besar perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri diukur dari perubahan yield SBN dibandingkan US Treasury dengan perubahan nilai tukar,” jelas dia.
Baca juga:
- Nama Tutut Soeharto Kembali Disinggung Anak Buah Sri Mulyani Soal Utang BLBI, Ini Perkembangan Terbaru
- Bareskrim Diminta Telusuri Pengemplang BLBI yang Lakukan Pidana, Aset Jaminan Malah Dipindahtangankan
- Siapa Kaesang Pangarep, Anak Presiden Jokowi yang Jadi Komisaris RANS Entertainment Milik Raffi Ahmad - Nagita Slavina
Walaupun tidak menampik jika tapering bakal membawa dampak, bos BI itu menilai shock yang ditimbulkan tidak akan sehebat saat 2013 lalu.
“Dibandingkan dengan taper tantrum 2013, bahwa pengaruh dan dampaknya terhadap Indonesia dari rencana kali ini jauh lebih rendah karena fundamental kita cukup baik,” tegasnya.
Asumsi Perry tersebut didasarkan pada defisit transaksi berjalan yang jauh lebih rendah dengan 0,8 persen dari PDB (produk domestik bruto) dari sebelumnya 3 persen PDB di 2013. Serta kejelasan komunikasi dari The Fed yang terus memberikan informasi mengenai tapering sehingga pelaku pasar bisa mengantisipasi lebih baik.
Sebagai informasi, hingga 15 Oktober 2021 BI telah memborong SBN di pasar perdana sebesar Rp142,74 triliun yang terdiri dari Rp67,28 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).
“Bacaan kami pengurangan likuiditas akan berlangsung sepanjang 2022, dan kemungkinan kenaikan The Fed Fund Rate adalah di akhir 2022, atau triwulan III 2023,” tutup Perry.