Khawatir Muncul Mafia, PKS Minta Pemerintah Transparan soal Harga Tes PCR

JAKARTA - Politikus PKS Netty Aher Prasetiyani khawatir ada mafia baru muncul setelah diberlakukan kewajiban tes polymerase chain reaction (PCR) bagi penumpang moda transportasi darat dan udara lantaran masih tingginya harga dan hasil tes yang lama.

Anggota Komisi IX DPR itu, mengingatkan pemerintah tentang keterbatasan kemampuan lab dalam melakukan uji PCR.

"Jika pemerintah mewajibkan PCR, seharusnya perhatikan ketersediaan dan kesiapan lab di lapangan. Jangan sampai masyarakat lagi yang dirugikan. Misalnya, hasilnya tidak bisa keluar 1X24 jam," ujar Netty, Rabu, 27 Oktober. 

Selain itu, adanya upaya untuk bisnis pemalsuan surat PCR akibat harga tes yang mahal. "Belum lagi soal adanya pemalsuan surat PCR yang diperjualbelikan atau diakali karena situasi terdesak," sambungnya.

Karena itu, legislator Jawa Barat itu meminta pemerintah untuk menjelaskan harga dasar PCR secara transparan. Sebab menurutnya, masyarakat masih bertanya-tanya, berapa sebenarnya harga dasar PCR. Di mana pada awalnya test PCR sempat di atas Rp1 juta, lalu turun hingga Rp300 ribu.

“Apalagi pemerintah tidak menjelaskan mekanisme penurunannya. Apakah ada subsidi dari pemerintah atau bagaimana?," kata Netty.

Netty pun berharap, persoalan pandemi COVID-19 ini tidak menjadi ruang bagi pihak-pihak yang memanfaatkannya demi kepentingan bisnis.

"Pemerintah harus punya sikap yang tegas bahwa seluruh kebijakan penanganan murni demi keselamatan rakyat,” tegas Netty.

Seperti diketahui, pemerintah baru saja mengeluarkan aturan mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat. Langkah ini diambil menyusul antisipasi gelombang baru COVID-19. 

Pemerintah, juga menyatakan menurunkan harga tes PCR menjadi Rp300 ribu. Setelah sebelumnya ditetapkan sekita Rp450-550ribu.