Azis Syamsuddin Bantah Saksi di Persidangan, KPK: Keterangan Palsu Ada Sanksinya

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengingatkan pemberian keterangan palsu di pengadilan bisa berimbas pada pidana.

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi sejumlah bantahan yang disampaikan oleh mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin saat dihadirkan sebagai saksi pada persidangan mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 25 Oktober.

"Sebenarnya keterangan palsu itu kan ada sanksinya. Makanya kemarin kan sudah diingatkan oleh salah majelis hakim konsekuensinya kalau memberikan keterangan yang tidak benar," kata Alexander kepada wartawan, Selasa, 26 Oktober.

Meski begitu, KPK tetap meyakini dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak akan terpengaruh dengan kesaksian Azis. Apalagi, keterangan mantan Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu tidak akan berdiri sendiri tapi akan disandingkan dengan barang bukti dan keterangan saksi lainnya.

"Pasti nanti juga akan diklarifikasi, dikonfirmasi dengan alat bukti yang lain dengan keterangan yang lain. Misalnya, ini kok bertentangan dengan keterangan saksi-saki sebelumnya yang sudah diperiksa. Itu kan menyangkut keyakinan hakim," tegas Alexander.

Klarifikasi, sambungnya, harus dilakukan apalagi ada keterangan yang berbeda antara pihak satu dengan yang lain. Apalagi, Alexander bilang, perbedaan keterangan di persidangan biasanya terjadi karena ada yang enggan menyampaikan keterangan secara benar.

"Tentu saja nanti akan dikonfirmasi dengan alat bukti yang lain tidak semata-mata keterangan saksi tapi alat bukti yang lain," ungkapnya.

"Apakah benar misalnya, kan, katanya memberikan bantuan karena keluarga si Robin kena COVID-19. Kan ini bisa dicek, siapa? Kapan? Berapa biayanya? Nantikan terkonfirmasi pada saat pemeriksaan terdakwa Robin," imbuh Alexander.

Meski masih menunggu konfirmasi lanjutan dari keterangan itu, Alexander mengatakan alasan pemberian bantuan kepada Stepanus karena ada keluarganya yang terpapar COVID-19 dirasa tak masuk akal. Penyebabnya, pegawai di KPK sudah memiliki asuransi kesehatan yang juga menjamin keluarga dari mulai istri hingga anak.

"Rasanya kalau penyakit COVID-19 itu kan enggak usah dibantu karena sudah menjadi beban negara kalau keluarga yang bersangkutan dirawat di rumah sakit dan di KPK asuransi kesehatannya sudah mengcover keluarganya, termasuk istri dan anaknya," jelas Alex.

Diberitakan sebelumnya, Azis yang dihadirkan dalam persidangan membantah sejumlah keterangan saksi. Salah satunya adalah terkait pemberian uang Rp200 juta yang diakuinya sebagai pinjaman karena Stepanus tengah mengalami musibah.

Adapun dalam persidangan tersebut, Stepanus Robin didakwa menerima pemberian uang dari berbagai pihak termasuk Azis Syamsuddin dengan jumlah Rp11 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.

Dalam melakukan aksinya, Stepanus dibantu dengan pengacara Maskur Husain dan mereka bekerja sejak Juli 2020 hingga April tahun ini. Penerimaan uang yang dilakukan keduanya terjadi di sejumlah tempat dan berkaitan dengan sejumlah kasus.

Pertama, suap diterima Stepanus diduga berasal dari kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai. Uang tersebut diberikan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial dengan nilai mencapai Rp1,695 miliar.

Berikutnya, Stepanus diduga menerima uang dari Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan pihak swasta bernama Aliza Gunadi. Kedua orang itu memberi uang sebesar Rp3,09 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.

Ketiga, dia diduga menerima uang sebesar Rp507,39 juta dari Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna. Uang ini berkaitan dengan kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi, Jawa Barat.

Keempat, Stepanus diduga menerima uang dari Direktur Utama PT Tenjo Jaya Usman Effendi sebesar Rp525 juta. Terakhir, ia diduga menerima uang sebesar Rp5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang terjerat kasus gratifikasi dan pencucian uang di KPK.