Sri Mulyani Soal Masyarakat Urusi Utang Negara: It's Good, Saya juga Senang Banget Sekarang Masyarakat Peduli APBN
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku senang karena masyarakat saat ini sangat peduli terhadap kondisi keuangan negara. Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menurutnya, juga selalu menjaga transparansi keuangan negara melalui publikasi rutin setiap bulan.
"Sekarang semua orang ngurusin utang, semua bicara mengenai itu. Jadi it's good kalau masyarakat punya ownership terhadap keuangan negara,” kata Menkeu dalam acara Memaknai Krisis: Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan; Melintasi 3 Krisis Multidimendi, dikutip Senin 25 Oktober.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, pemerintah telah melaporkannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada setiap bulan kepada media massa dan masyarakat
"Kalau hari ini banyak orang yang melihat kepada keuangan negara dengan sangat-sangat detail, itu saya senang banget. Kalau 1997-1998 nggak ada yang lihat APBN, dianggap take it for granted. Di 2008-2009 pun gak ada yang lihat APBN," kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut kata Menkeu, kepedulian masyarakat terkait APBN termasuk utang mencerminkan bahwa masyarakat sama-sama merasa memiliki keuangan negara yang merupakan instrumen untuk penyelenggaraan negara. Yang pada akhirnya akan dikembalikan kepada kebutuhan masyarakat.
Sri Mulyani menceritakan, lonjakan utang yang terjadi saat ini tidak berlangsung begitu saja. Kondisi utang sudah diperparah sejak puluhan tahun lalu, dan makin buruk saat krisis moneter 1997-1998.
Baca juga:
- Sri Mulyani Ajak PPATK Berangus Pendanaan Terorisme dan Pencucian Uang
- Sri Mulyani Bilang Semua Negara Tidak Siap Hadapi Pandemi: Dampak Sosial Ekonomi Luar Biasa
- Anak Buah Sri Mulyani Bawa Kabar Gembira: Pemerintah Berikan Keringanan Utang bagi 1.292 Debitur Kecil dan UMKM Senilai Rp20,4 Miliar
- Sri Mulyani Cs Siap Ladeni Gugatan Setiawan Harjono Obligor BLBI Besan Setya Novanto
Menkeu mengatakan krisis moneter berakibat pada perusahaan dan perbankan yang waktu itu banyak meminjam dollar Amerika Serikat (AS) ke luar negeri. Termasuk juga obligasi pemerintah.
Hal tersebut menjadi beban Indonesia karena nilai tukar rupiah terus terkoreksi dari Rp2.500 per dollar AS sampai dengan sekitar Rp 17.000 per dollar AS.
Untuk menjaga keberlangsungan ekonomi, selain dibebankan dengan lonjakan utang pemerintah, kala itu pemerintah juga berusaha memberikan stimulus-stimulus agar tak semakin banyak perusahaan yang buntung.
"Waktu ada krisis 1997-1998 dengan adanya bail out, makanya utang kita (negara) sangat tinggi karena obligasi. Jadi ujung-ujungnya adalah beban negara," kata Sri Mulyani.