Dapat Rapor Merah dari LBH, Anies: Terima Kasih Banyak, Senang Sekali
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan buka suara atas pemberian rapor merah empat tahun kepemimpinannya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Anies mengucapkan terima kasih atas rapor merah tersebut.
"Terkait LBH, kami ucapkan terima kasih banyak. Senang sekali bahwa LBH memberikan energi perhatian waktu untuk ikut memikirkan Jakarta," kata Anies di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Oktober.
Anies mengaku kritikan LBH atas kebijakannya yang termuat dalam rapor merah ini akan menjadi bahan perbaikannya dalam menjalankan masa jabatannya yang tinggal satu tahun sampai Oktober 2022.
"Ini menjadi bahan yang sangat bermanfaat bagi kami untuk kita terus-menerus melakukan perbaikan untuk terus melakukan koreksi, sehingga kita bisa memastikan bahwa kota ini bisa maju dan warganya bahagia," ucap Anies.
Anies berharap, dengan adanya catatan kritis dari LBH Jakarta, akan mendorong para pemuda Ibu Kota untuk lebih peduli pada kotanya. Tak cuma itu, Anies berharap hal ini akan mendorong perhatian lembaga serupa untuk memberikan catatan kritis bagi Provinsi lainnya di Indonesia.
"Mudah-mudahan perhatian yang sama diberikan ke seluruh Pemprov di Indonesia sehingga manfaat dari LBH dan laporannya itu dirasakan oleh semua gubernur dan dirasakan oleh seluruh pemprov. Sehingga, perhatian dari anak-anak muda yang peduli pada kotanya, peduli pada keadilan, itu tidak hanya dirasakan di Jakarta tapi di seluruh Indonesia," tuturnya.
Baca juga:
Sebagai informasi, LBH Jakarta pada Senin, 18 Oktober, menyerahkan rapor merah empat tahu kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan.
Ada 10 catatan yang tertuang dalam rapor merah tersebut. Kebijakan yang masuk dalam kritikan LBH adalah buruknya kualitas udara di Jakarta, akses air bersih yang belum merata, penanganan banjir yang belum optimal, lalu penataan kampung kota yang belum partisipatif.
Selanjutnya, Anies dianggap tak serius dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum, warga masih sulit memiliki tempat tinggal, belum ada bentuk intervensi yang signifikan terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau kecil.
Kemudian, penanganan pandemi yang masih setengah hati, penggusuran paksa yang masih menghantui warga Jakarta, hingga reklamasi yang masih terus berlanjut.