Rencana Membentuk Partai Politik adalah Hak Eks Pegawai KPK Tapi Prosesnya Tidak Mudah
JAKARTA - Mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang secara mengejutkan berniat untuk mendirikan partai politik setelah didepak dari pekerjaannya. Ia ingin membuat Partai Serikat Pembebasan dengan ideologi Pancasila yang hakiki untuk membuat perubahan di Tanah Air.
Menanggapi hal tersebut, peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisyah Putri Budiarti atau Puput mengatakan membentuk partai politik adalah hak bagi siapapun tak terkecuali mantan pegawai KPK. Apalagi, dengan masuknya mereka ke dunia politik dianggap dapat membawa harapan baru bagi masyarakat.
"Eks pegawai KPK mendirikan partai politik dapat menjadi hal yang baik sesungguhnya dan tentu saja membawa harapan bagi kita karena partai politik menjadi salah satu aktor politik yang lekat dengan praktik korupsi," kata Puput saat dihubungi VOI, Senin, 18 Oktober.
Hanya saja, ia mengingatkan pendirian partai politik tidak semudah kelihatannya. "Dan ketika partai politik sudah terdaftar menjadi peserta pemilu tantangan yang dihadapi untuk mampu berkompetisi dan lolos tidak juga mudah," ungkapnya.
Baca juga:
Puput menyebut, kesulitan pertama yang biasanya dihadapi oleh partai baru adalah berkaitan dengan verifikasi kepengurusan partai. Apalagi, berdasarkan bunyi dalam aturan perundangan kepengurusan partai di tiap provinsi minimal 75 persen dari jumlah kabupaten/kota atau minimal 50 persen dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota.
Selain itu, dia juga menyinggung biaya politik yang besar untuk berkompetisi juga diperlukan. Mengingat, biaya politik di Tanah Air sangat tinggi apalagi jika ingin lolos Parliament Thresold yang kini ada di angka empat persen.
Sehingga, jika eks pegawai KPK benar berniat untuk mendirikan partai politik mereka harus memiliki sejumlah hal. Bukan hanya dukungan berupa modal sosial tapi juga finansial.
"Mereka juga harus punya nilai jual, baik itu program maupun kader terbaik yang potensial untuk mendapatkan dukungan kuat dari publik," tegas Puput.
Diberitakan sebelumnya, keinginan Rasamala untuk membuat partai politik bukan tanpa sebab. Menurutnya, partai adalah sebuah kendaraan strategis untuk melakukan perubahan dalam sistem demokrasi meski keberadaannya kerap dikritisi mayarakat.
Meski begitu, niatan pembentukan partai ini masih dalam tahapan pembicaraan dengan sejumlah pihak. Selain berdiskusi dengan para mantan pegawai KPK, Rasamala juga nantinya akan bertukar pandangan dengan tokoh bangsa.
Dia tak menampik upaya pendirian partai itu nantinya akan menemui jalur terjal. Hanya saja, Rasamala meyakini partai bentukannya itu nantinya bisa mendorong berbagai perubahan termasuk Indonesia yang bersih dari korupsi.
Keseriusan eks pegawai KPK untuk membentuk partai juga akan dibuktikan dengan menemui sejumlah pendiri, ketua umum, hingga tokoh partai politik di Tanah Air. Koordinator IM 57+ Institute M Praswad Nugraha mengatakan pihaknya akan melakukan pertemuan untuk berdiskusi dalam rangka membentuk partai politik meski waktu pastinya belum diketahui.
"Dalam jangka waktu dekat ini kami akan rencanakan untuk bertemu dengan beberapa tokoh partai politik, ketua umum, dan para pendiri partai politik untuk membangun diskursus yang konstruktif," ungkap Praswad pekan lalu kepada wartawan.
Praswad meyakini rencana pembentukan partai ini adalah salah satu upaya dari melakukan pemberantasan korupsi. Apalagi, dua hal ini kerap kali berkaitan. "Rencana pembentukan partai politik yang memiliki urat nadi antikorupsi, integritas, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia itu bisa sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi," ungkapnya.
"IM 57+ Institute perlu konsentrasi khusus pada dua area pemberantasan korupsi di Indonesia yaitu lembaga penegak hukum dan partai politik," imbuh Praswad.