ICW: Apa Gunanya Dewan Pengawas KPK, Jika Pelanggaran Kode Etik Firli Bahuri Didiamkan

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berlarut-larut dalam melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri yang beberapa waktu lalu kedapatan menumpang helikopter mewah untuk urusan keluarga.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai Firli telah melanggar kode etik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengawas.

"Kami meyakini bahwa perbuatan yang bersangkutan pada dasarnya telah memenuhi unsur pelanggaran kode etik," kata Kurnia dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Juli.

Meski begitu, Kurnia melihat ada kesan pembiaran yang dilakukan oleh Dewan Pengawas terhadap pelanggaran kode etik tersebut dan ini bukan pertama kalinya. 

Dia mencontohkan ada sejumlah pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK namun tak mendapat tindakan dari dewan pengawas. Salah satunya adalah memulangkan pada Kompol Rossa Purbo Subekti pada bulan Januari yang lalu. 

Padahal ketika itu, Kompol Rossa tengah bertugas menangani kasus dugaan suap yang melibatkan bekas caleg PDI Perjuangan Harun Masiku dan bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Lebih lanjut, pegiat antikorupsi ini meminta Dewan Pengawas harusnya berani mengambil tindakan seperti Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat yang memberikan sanksi etik pada pimpinan KPK terdahulu, yaitu Abraham Samad dan Saut Situmorang.

"Jika pelanggaran yang sudah terang benderang seperti ini mereka diamkan saja. Lalu apa guna dari Dewan Pengawas? Toh, faktanya lebih berani Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat dibanding lima anggota dewan pengawas tersebut," tegas dia.

Diketahui, Dewan Pengawas KPK telah menargetkan akan menyelesaikan penanganan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli pada bulan Agustus mendatang.

Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan pihaknya saat ini masih terus mendalami bukti-bukti dan keterangan saksi terkait dugaan tersebut.

"Belum (selesai, red). Semoga awal Agustus bisa rampung. Akhir Juli ini Dewas KPK fokus pada Rakorwas (Rapat Koordinasi dan Pengawasan) dan Rapat Evaluasi Kinerja triwulan II," ungkap Syamsuddin saat dikonfirmasi.

Ketika putusan telah dijatuhkan, sambung dia, hasilnya akan langsung dilaporkan oleh pelapor yaitu Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri melalui surat elektronik kepada Dewan Pengawas KPK. Sebab, Firli diduga melakukan pelanggaran kode etik karena menggunakan helikopter mewah milik perusahaan swasta untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja pada Sabtu, 20 Juni.

Adapun yang menjadi dasar pelaporan tersebut adalah Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada poin 27 pengaturan soal integritas, tiap pegawai KPK dilarang menunjukkan gaya hidup hedonisme yang berbunyi: Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi.