15 Tahun Prabowo Kalah Pemilu
JAKARTA - Pemilu 2024 masih tiga tahun lagi. Namun gonjang-ganjing siapa yang akan maju sudah tersiar saat ini. Salah satu nama familiar dikabarkan ikut lagi di kontestasi Pemilu 2024 adalah Prabowo Subianto. Ini jadi percobaan kesekian, setelah kekalahan-kekalahan selama 15 tahun --2004 sampai 2019. Kita lihat catatan Prabowo di pemilu.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani yang paling awal menyebar wacana partainya mengusung kembali Prabowo sebagai capres di Pemilu 2024. Kata Muzani masih banyak masyarakat yang menghendaki Prabowo. Bahkan jumlahnya masif.
"Saya katakan, 2024 Pak Prabowo Insya Allah akan maju dalam laga pilpres. Majunya beliau karena begitu masifnya permintaan kita semua, besar harapan rakyat, pembangunan harus berlanjut, cita-cita kita berpartai belum terwujud," kata Muzani.
Saat ini Prabowo Subianto menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra dan Menteri Pertahanan Republik Indonesia. Bila benar-benar maju, ini jadi yang ketiga kali bagi Prabowo maju sebagai capres setelah dua kali maju dan kalah melawan Joko Widodo (Jokowi).
Menurut hasil survei terbaru Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC), elektabilitas Prabowo Subianto masih berada di posisi teratas dengan 18,1 persen terkait calon presiden 2024. Posisi kedua ditempati Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan tingkat elektabilitas 15,8 persen, disusul nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan 11,1 persen.
Perjalanan Prabowo di pilpres
Seperti dijelaskan sebelumnya, Prabowo tidak asing lagi di kontestasi pemilu. Prabowo sudah mencicipi persaingan kursi presiden sejak 2004. Saat itu, pemilu presiden pertama dalam sejarah Indonesia, Prabowo hendak maju melalui Partai Golkar.
Prabowo ikut dalam konvensi calon presiden dari Partai Golkar. Namun saat itu Prabowo kalah dari Wiranto yang saat itu berpasangan dengan Salahuddin Wahid. Pada Pilpres 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Prabowo kembali bertaruh di Pemilu 2009. Kali ini, Prabowo memiliki kendaraannya sendiri yaitu Partai Gerindra. Mengutip Kompas, awalnya Prabowo ingin maju bersama Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir. Namun keduanya tidak memenuhi kursi dukungan.
Akhirnya Prabowo berkoalisi bersama PDI Perjuangan (PDIP) yang mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden. Prabowo harus legawa melepas 'cita-citanya' sebagai calon presiden dan menjadi calon wakil presiden.
Namun saat itu, Pilpres 2009 dimenangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, yang meraih suara nasional sebesar 60,80 persen. Pasangan Megawati dan Prabowo memperoleh suara 26,79 persen.
Pada Pilpres 2014, Prabowo kembali ikut bersaing. Kali ini Prabowo berhasil maju sebagai calon presiden. Ia saat itu menggandeng Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Prabowo dan Hatta Rajasa didukung oleh Partai Golkar, PKS, dan PPP.
Namun lagi-lagi, Prabowo masih belum beruntung. Saat itu Prabowo-Hatta kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang memperoleh suara 53,13 persen. Saat itu Prabowo-Hatta memperoleh suara 46,84 persen.
Kegagalan itu tidak menghalangi kepercayaan diri Prabowo untuk kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada 2019. Saat itu, Prabowo kembali menghadapi Jokowi sebagai petahana yang menggandeng KH Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden.
Sementara Prabowo menggandeng Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno. Pasangan Prabowo-Sandiaga Uno diusung oleh empat partai, yaitu Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS dan PAN.
Sementara pasangan Jokowi-Amin didukung oleh PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Hanura, PKPI, Perindo, PSI, dan PBB. Namun lagi-lagi Prabowo harus menelan pil pahit.
Ia kalah dari Jokowi-Amin yang meraih suara 55,50 persen. Sementara Prabowo-Sandiaga meraih suara 44,50 persen.
Kerusuhan di Bawaslu
Hasil Pilpres 2019 diwarnai dengan kerusuhan. Kerusuhan bermula dari aksi unjuk rasa pendukung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Sarinah, Jakarta Pusat.
Mereka kecewa atas hasil Pilpres 2019. Kerusuhan yang terjadi antara massa dengan aparat di sejumlah titik sekitar Sarinah, Tanah Abang, dan Sabang. Mengutip CNN, titik bentrok terjadi di sepanjang Jalan KH Hasyim Asyari dan Jalan Sabang.
Para demonstran menggunakan batu, kayu dan benda lainnya dilemparkan ke arah barisan kepolisian. Akibat tindakan tersebut, polisi membalas dengan menembakkan gas air mata.
Menurut Komnas HAM, ada sepuluh korban tewas akibat kerusuhan Mei 2019. Sembilan orang meninggal di Jakarta, sedangkan satu orang tewas di Pontianak, Kalimantan Barat.
Akibat kerusuhan tersebut, kepolisian memberlakukan status siaga satu hingga 25 Mei 2019. Kerusuhan tersebut tidak mengubah apa pun.
*Baca Informasi lain soal POLITIK atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Kemarahan Risma Hanya untuk Pegawai Rendahan: Penindasan dalam Relasi Kuasa
- Jokowi Jenius: Bahkan Rakyatnya Sendiri Banyak yang Tak Menyadari Hal Itu
- Benarkah Polisi Terbiasa Tolak Laporan Kejahatan Seksual? Jika Terjadi Apa yang Harus Dilakukan?
- Beda-Beda tapi Satu Tujuan: Personal Branding Erick, Sandi, Risma yang Gagal Lampaui Jokowi