KPK Anggap Haji Isam Ganggu Keberanian Saksi di Kasus Suap Pajak Saat Laporkan Yulmanizar ke Polisi

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam untuk menghormati persidangan kasus suap pajak yang kini sedang berjalan. Ia dianggap membuat independensi dan keberanian saksi terganggu setelah melaporkan seorang saksi, bernama Yulmanizar ke Bareskrim Polri.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan pelaporan seseorang ke polisi dengan dugaan penyampaian keterangan palsu akan mempengaruhi saksi. Sehingga, ia mengingatkan semua pihak untuk menghormati proses sidang suap pajak yang tengah berjalan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang kemudian melaporkan tindak pidana berupa dugaan penyampaian keterangan palsu dari seorang saksi pada saat proses persidangan berlangsung," kata Ali kepada wartawan, Kamis, 7 Oktober.

"Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu independensi maupun keberanian saksi-saksi untuk mengungkap apa yang dia ketahui dan rasakan dengan sebenar-benarnya," imbuhnya.

Peringatan ini muncul karena Haji Isam melaporkan Yulmanizar yang bersaksi saat persidangan kasus suap pajak dengan terdakwa dua mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno dan Dadan Ramdani yang digelar pada Senin, 4 Oktober.

Pada persidangan tersebut, Yulmanizar menyebut Haji Isam 'main mata' untuk mengkondisikan nilai perhitungan pajak perusahaan miliknya, PT Jhonlin Barataman (JB). Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya.

Kembali ke Ali, ia mengatakan keterangan setiap saksi sangat diperlukan majelis hakim dan jaksa penuntut umum untuk menilai fakta hukum suatu kasus yang tengah disidangkan. Hanya saja, apa yang disampaikan saksi di persidangan tentu akan dinilai lebih lanjut oleh semua pihak terkait dalam persidangan termasuk terdakwa dan kuasa hukumnya.

"Keterangan setiap saksi sebagai fakta persidangan juga akan dikonfirmasi dengan keterangan lainnya dan diuji kebenarannya hingga bisa menjadi sebuah fakta hukum. Prinsipnya, untuk dapat menjadi fakta hukum butuh proses," tegasnya.

Lagipula, pihak yang berhak melaporkan saksi atas dugaan kesaksian palsu adalah penuntut umum. Kata Ali, hal ini sesuai dengan hukum acara pidana Pasal 174 Ayat (2) yang berbunyi, "Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu."

Haji Isam melaporkan Yulmanizar ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu. Pelaporan tersebut dibuat oleh pengacaranya, Junaidi pada Rabu, 6 Oktober.

Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/B/0606/X/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI. Junaidi mengatakan salah satu alasan Haji Isam melapor ke polisi karena merasa tak pernah melakukan apa yang diungkap saksi, yaitu memberi fee sebesar Rp40 miliar kepada Angin dan Dadan untuk mengurusi pajak perusahaannya.

Sehingga, jalur hukum dengan melapor ke Bareskrim Polri dianggap jadi cara yang tepat untuk mengembalikan nama baiknya. "Bahwa untuk selebihnya klien kami menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dengan tetap menjunjung prinsip presumption of innocence," tegas Junaidi.

Yulmanizar yang merupakan bekas tim pemeriksa pajak itu dilaporkan atas pidana sumpah palsu dan keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 dan/atau 311 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

Dalam kasus suap pajak yang tengah disidangkan ini, Angin dan Dadan yang merupakan mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu didakwa menerima sebesar Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura dari beberapa pihak. Penerimaan dilakukan sejak Januari 2018 hingga September 2019.

Suap ini diberikan terkait pengurusan pajak tiga perusahaan yang diberikan oleh Veronika Lindawati selaku kuasa dari PT Bank Panin, Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, serta Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak dari PT Gunung Madu Plantations.

Tujuan pemberian suap ini, kata JPU KPK, agar Angin yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak dan Dadan Ramdani selaku bekas Kepala Sub Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak merekayasa perhitungan pajak tiga perusahaan tersebut.