Angka COVID-19 Harian Tak Diumumkan, Epidemiolog: Komunikasi yang Baik Bukan Hanya Sampaikan Kabar Baik
JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, penambahan jumlah kasus COVID-19 harian harus tetap dibacakan seperti biasa. Karena hal ini penting untuk mengendalikan pandemi COVID-19 di Indonesia.
Hal itu disampaikan menyusul kasus harian tidak lagi disampaikan setelah ada pergantian Juru Bicara Satgas COVID-19 dari Achmad Yurianto ke Wiku Adisasmito.
"Transparansi dan kepercayaan adalah komponen penting dalam mendukung keberhasilan program pengendalian pandemi," kata Dicky saat dihubungi VOI, Rabu, 22 Juli
Menurutnya, dalam situasi pandemi seperti sekarang ini tidak tepat jika pemerintah melalui Satgas COVID-19 hanya mengumumkan kabar baik saja seperti persentase kesembuhan tinggi dan peralihan zonasi wilayah penyebaran kasus.
Penambahan data harian seperti angka kasus baru positif COVID-19, angka pasien sembuh harian, angka pasien meninggal harian seharusnya tetap diumumkan.
"Komunikasi yang baik tidak berarti harus selalu menyampaikan kabar baik saja," tegas Dicky.
Lebih lanjut, dia menilai pemerintah harusnya bisa berkaca dari negara lain yang berhasil menangani pandemi COVID-19. Sebab, di negara tersebut, keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor utama untuk menekan laju penularan virus tersebut di tengah masyarakat.
Karena dengan informasi yang terbuka dan transparan, masyarakat akan menjadi sadar dengan bahaya yang ditimbulkan dari pandemi ini sehingga mereka akan mengikuti segala anjuran yang diberikan oleh pemerintah.
"Bahwa memang hanya di website tentu tidak masalah. Hanya saja, dalam situasi serius seperti pandemi ini, respons yang baik dan terbukti efektif juga sukses adalah memberi informasi secara rutin kepada publik," ungkapnya.
"Sekali lagi pandemi bukanlah wabah biasa. Setidaknya seminggu dua atau tiga kali harusnya ada komunikasi ke publik dan yang bersifat dua arah. Kecuali kondisi memburuk seperti ada penambahan kasus secara masif, ya harus disesuaikan," imbuhnya.
Baca juga:
Senada dengan Dicky, dosen ilmu komunikasi Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menilai masyarakat tidak membutuhkan informasi yang hanya berisi kabar baik. Menurutnya, publik saat ini lebih memerlukan informasi yang membuat mereka berjaga-jaga seperti misalnya penambahan kasus serta transparansi zona penyebaran COVID-19 tertinggi.
"Jika hanya kabar baik saja, dikhawatirkan publik justru menggampangkan pandemi dan akan terjadi aktivitas biasa. Hal ini tentu menyulitkan tim penanganan kesehatan," kata Dedi.
"Bagi percepatan ekonomi mungkin cara menyampaikan kabar baik ini bagus, tetapi buruk untuk penanganan kesehatan, padahal yang diprioritaskan semestinya kesehatan," imbuhnya.
Sebelumnya, saat menjalankan tugasnya sebagai Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito tidak membacakan kasus harian seperti yang rutin disampaikan oleh Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto.
Perubahan ini terjadi setelah Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menggantikan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
"Terjadi perubahan pengumuman kasus COVID harian yang sebelumnya disampaikan Dirjen P2P Kementerian Kesehatan dr Achmad Yurianto, selanjutnya update kasus harian dapat dilihat di portal www.covid19.go.id," ungkap Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 21 Juli.
Setelah mengumumkan hal tersebut, Wiku hanya memaparkan sejumlah kabar baik seperti pemetaan zona wilayah yang masuk dalam kategori tinggi, sedang, rendah, tidak ada kasus baru, dan tidak terdampak, serta mengumumkan persentase angka kesembuhan nasional yang ada di angka 54,47 persen.
Sedangkan kabar buruk seperti jumlah penambahan kasus harian, jumlah pasien yang meninggal seperti yang kerap disampaikan oleh Achmad Yurianto tidak dibacakannya.
Padahal berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 21 Juli kemarin, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia bertambah sebanyak 1.655 orang. Angka ini merupakan hasil dari pemeriksaan 22.262 spesimen di laboratorium.
Sementara untuk jumlah pasien yang sembuh jumlahnya mencapai 1.489 orang sedangkan yang meninggal dunia berjumlah 81 orang. Kemudian jumlah suspek atau orang yang diduga terjangki COVID-19, saat ini tercatat berjumlah 44.003 orang.