Epidemiolog Ungkap Alasan Indonesia Belum Bisa Prediksi Puncak Penyebaran COVID-19
Ilustrasi COVID-19 (Bao_5/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Indonesia belum mampu memprediksi kapan puncak penyebaran COVID-19. Sebab, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, pemerinta belum mampu melacak penyebaran virus tersebut. 

"Masih banyak kasus infeksi COVID-19 di tengah masyarakat yang belum ditemukan," kata Dicky kepada VOI, Selasa, 28 Juli.

Dicky mengatakan, meski jumlah kasus COVID-19 di Indonesia secara akumulatif telah mencapai 100.303, namun angka ini belum bisa diartikan sebagai puncak penyebaran virus tersebut. Dia bahkan mengatakan, potensi pertambahan kasus positif akan terus terjadi.

"Ini terlihat dari positive rate yang selalu di atas 10 persen," ujar Dicky.

Lebih lanjut dia menjelaskan alasan terjadinya peningkatan kasus harian. Pertama, kata dia, hal ini terjadi karena masyarakat terlihat mengabaikan pandemi COVID-19 ini. Kedua, penambahan kasus harian dari klaster perkantoran juga menjadi penyebab. 

Dicky menilai, banyak perkantoran yang belum disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Terakhir, adalah hoaks yang membuat masyarakat abai dengan virus tersebut.

Untuk menekan virus ini, sambung dia, pemerintah tetap harus bergerak melakukan testing, tracing, dan isolating. Selain itu, pemerintah harus mulai memikirkan strategi komunikasi risiko dengan tujuan mengubah perilaku masyarakat yang sudah mulai abai dengan penyebaran COVID-19.

Diketahui, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan pihaknya belum bisa memastikan kapan puncak penyebaran COVID-19 di Indonesia. Dia beralasan, naik turunnya kasus harian di tiap daerah membuat puncak penyebaran tidak dapat diprediksi.

"Kami belum tahu puncaknya kapan tiba karena melihat perkembangan, ada daerah yang terjadi penurunan dan peningkatan. Ini fluktuatif," kata Doni, Senin, 27 Juli.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi puncak penyebaran COVID-19 akan terjadi pada bulan Agustus atau September mendatang. Keyakinan ini dia sampaikan karena melihat angka kasus COVID-19 di Indonesia.

"Kalau melihat angka-angka memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September. Perkiraan akhir," kata Jokowi beberapa waktu yang lalu.

Namun sebelum itu, Presiden Jokowi juga pernah memberikan prediksinya mengenai puncak penyebaran virus ini di tengah masyarakat. Kata dia, COVID-19 kemungkinan akan mencapai puncaknya di bulan Mei sehingga Juli mulai menurun.

Terbaru, kasus COVID-19 di Indonesia terus mengalami penambahan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Senin, 27 Juli pukul 12.00 WIB, tercatat terdapat penambahan kasus positif sebanyak 1.525 orang. Sehingga total akumulasi kasus COVID-19 di Indonesia kini mencapai 100.303 orang.

Sedangkan untuk kasus sembuh bertambah 1.518 orang dengan total kasus sembuh mencapai 55.354 orang dan kasus konfirmasi positif yang meninggal bertambah 57 orang dan totalnya 4.838 orang.

Provinsi dengan kasus baru terbanyak berada di DKI Jakarta dengan 467 kasus baru dan 19.592 total kasus. Kemudian, Jawa Timur dengan 273 kasus baru dan total 273 kasus. Jawa Timur juga menjadi provinsi dengan akumulasi kasus terbanyak se-Indonesia. 

Selanjutnya, Jawa Tengah miliki 210 kasus baru dengan total 8.622 kasus. Sulawesi Selatan dengan 110 kasus baru dan total 8.991 kasus. Bali dengan 62 kasus baru dan total 3.219 kasus. Lalu, Papua memiliki 56 kasus baru dan total 2.945 kasus. 

Provinsi dengan kasus sembuh terbanyak hari ini dimiliki Jawa Barat dengan pertambahan 406 kasus sembuh. Disusul oleh Jawa Timur dengan pertambahan 362 kasus sembuh, Sulawesi Selatan dengan pertambahan 132 kasus sembuh, dan Jawa Tengah dengan pertambahan 115 kasus sembuh.