DPRD Sebut Reklamasi Ancol Harus Dihentikan Sebelum Perda Terbit
JAKARTA - Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengatakan, proyek reklamasi di Ancol, Jakarta Utara tidak bisa dilanjutkan sebelum ada pengesahan peraturan daerah (perda) mengenai rencana detail tata ruang (RDTR) dan zonasi.
"Kalau tidak ada perda RDTR dan zonasi, Pemprov DKI tidak bisa melakukan reklamasi Ancol," kata Pantas saat dihubungi VOI, Senin, 20 Juli.
Pantas mengonfirmasi bahwa saat ini Pemprov DKI Jakarta sudah menyerahkan susunan draf revisi perda RDTR dan zonasi karena akan dibahas pada tahun ini. Landasan ini direvisi karena sebelumnya Gubernur DKI Jakarta mencabut Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan Zonasi.
Namun, saat ini Bapemperda belum bisa membahas penyusunan revisi perda yang akan menaungi ketentuan proyek reklamasi Ancol. Sebab, DPRD harus mendengarkan paparan awal dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Kabarnya berkasnya administrasinya sudah masuk ke DPRD. Tapi, sampai saat ini belum ada penjadwalan rapat paripurna. Di situ, Pak Gubernur menjelaskan rancangan perda, setelah itu baru kita bahas penyusunannya secara keseluruhan," kata Pantas.
"Kami tinggal menunggu bagaimana isi revisi perda. Soalnya, di pembahasan nanti, juga kan perlu dibahas secara keseluruhan soal kajian dampak lingkungan, alasan yang mendorong reklamasi itu," lanjut dia.
Reklamasi Ancol dipermasalahkan karena tidak ada perda reklamasi, Anies hanya mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 Tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Ancol. Padahal payung hukum reklamasi ini seharusnya perda.
"Kalau kepgub dibuat hanya untuk izin prinsip dan pintu masuk pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), tidak apa-apa. Tapi, yang jelas, jangan ada pembangunan dulu di sana kalau perda belum terbit," ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, rancangan revisi perda tentang RDTR dan zonasi akan segera dibahas pada tahun ini. Menurut Riza, pembaruan payung hukum ini menjadi prioritas yang akan dibahas oleh Pemprov DKI dan DPRD DKI.
Sebab, rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai RDTR dan zonasi menjadi landasan hukum yang mengesahkan reklamasi di Ancol, Jakarta Utara. "Revisi perda (RDTR dan zonasi, red) sedang diproses, ya, sama DPRD," kata Riza.
Reklamasi Ancol akan dibuat seluas 155 hektare. Dengan rincian 35 hektare di kawasan Dunia Fantasi (Dufan) atau Pulau K dan 120 hektare di Ancol Timur atau Pulau L.
Dalam Perda DKI 1/2014, ketentuan reklamasi yang diatur hanya ada di Pulau K karena memiliki lokasi yang sama dengan Pulau K reklamasi Teluk Jakarta. Sementara, pada Pulau L terjadi pengurangan luas lahan dari Pulau L reklamasi Teluk Jakarta, dari 480 hektare menjadi 120 hektare.
Dalam pembahasan raperda RDTR dan Zonasi nanti, Riza bilang Pemprov DKI akan membawa argumentasi program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP) yang telah berjalan sejak 2009.
JEDI dan JUFMP adalah program pengerukan sungai dan waduk untuk menampung lebih banyak air ketika hujan, sehingga mengurangi dampak banjir. Kemudian, lumpur sisa pengerukan akan menjadi tanah reklamasi di Ancol.
"Perluasan Ancol Timur itu perluasan rekreasi Ancol dan Dufan. Jadi, reklamasi Ancol Timur sudah dilaksanakan sejak 2009, sedimentasi atau tanah tumpukan dari kerukan tanah untuk program penanganan banjir," jelas Riza.
"Ada sedimentasi yang mulai menumpuk di 15 sungai dan 5 waduk besar di Jakarta yang sudaha da 20 hektare. Lalu, ada 30 waduk lagi perlu dikeruk dan dicarikan tempatnya. Ini menjadi pintu masuk supaya kita memperbaiki perda RDTR (dan zonasi)," tambahnya.