Risma Marah-marah, Kadis Sosial Provinsi Gorontalo Sebut Situasi Rapat Sempat Jadi Tidak Enak
JAKARTA - Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Muhammad Nadjamuddin menyebut kemarahan Menteri Sosial Tri Rismaharini kepada seorang petugas koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) yang beredar di media sosial sempat membuat suasana rapat menjadi tidak enak. Bahkan, para petugas tak mau lagi bicara menyampaikan kesulitan mengenai pemberian bantuan sosial (bansos).
"Situasi (saat rapat, red) jadi tidak enak. Sehingga teman-teman PKH ini tidak mau berkomunikasi, sudah tidak enak lagi, 'kok kita menyampaikan persoalan kenapa ibu marah-marah'," kata Nadjamuddin saat berbincang dengan VOI melalui teleconference, Sabtu, 2 September.
Ia pun menjelaskan kemarahan Risma awalnya terjadi saat politikus PDI Perjuangan itu mengecek data penerimaan bantuan sosial antara pihak bank sebagai penyalur dengan para koordinator PKH di berbagai wilayah. Selain itu mereka juga diminta menyampaikan kendala dalam menyerahkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Ditanyakan sudah sejauh mana realisasi penerimaan atau penyerahan tersebut," ungkap Nadjamuddin.
Baca juga:
- Tak Terima Anak Buah Ditunjuk-tunjuk, Gubernur Gorontalo Minta Presiden Jokowi Evaluasi Kerja Mensos Risma: Saya Sangat Tersinggung!
- Kunjungi Penyintas Banjir Bolaang Mongondow, Mensos Risma Harap Tidak Ada Lagi Penebangan Liar
- Mensos Risma Kucurkan Rp635,93 Juta untuk 393 Penerima Manfaat di Sulut
- Mensos Risma Kunjungi Lokasi Banjir Bandang Batu Merah-Bolmong Sulut
Namun, akibat adanya perbedaan data, seorang koordinator menyampaikan ada beberapa masyarakat belum menerima bantuan sosial karena kemungkinan dicoret. "Nah, kata coret itu yang membuat Bu Risma naik pitam. Itu yang jadi persoalan," tegasnya.
"Itu yang jadi persoalannya. Jadi ini ada miskomunikasi tentang data. Bahwa yang mana setelah dicek ke pihak bank, nama itu masih ada. Apa yang disampaikan koordinator PKH juga langsung dikroscek di kementerian karena kebetulan ada staf ahli yang mengelola itu dan ternyata nama itu masih ada," imbuh Nadjamuddin.
Hanya saja, dia tak menyalahkan perbedaan data yang dipegang oleh koordinator PKH itu. Penyebabnya, data tersebut tidak dibuka oleh Kementerian Sosial (Kemensos) kepada koordinator tapi hanya kepada pihak bank.
"SP2Dnya itu dari Kemensos hanya kepada pihak bank. Kemudian pihak bank itu menyampaikan ke pendamping PKH termasuk kabupaten atau kota. Saya pun dinas provinsi enggak dapat. Di sini yang jadi persoalan," jelas Nadjamuddin.
Dia pun tak menyangka Risma naik pitam sampai menunjuk dan mendorong petugas koordinator yang tengah menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Apalagi, ia menganggap petugas tersebut juga tak tahu apa-apa karena hanya berupaya memperjuangkan hak masyarakat yang membutuhkan bantuan.
"Cuma mungkin karena dia menyampaikan bahwa sudah dicoret, nah, Bu Risma naik pitam. 'Saya tidak pernah mencoret saya hanya memperluas'. Itu kemudian Ibu Risma naik pitam, naik darah, tensinya jadi tinggi," katanya.
"Beliau setelah kejadian itu, setelah menunjuk itu beliau langsung marah, kembali ke tempat duduknya, malah mengusir. Itu yang jadi kurang bagus untuk kami yang ada di daerah," tutur Nadjamuddin.