Satgas COVID-19 Akui Pembatasan Mobilitas Tak Bisa Dilakukan Terus-menerus

JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menilai lonjakan kasus COVID-19 bisa mulai menurun setelah pembatasan mobilitas dilakukan. Hal ini dilihat dari pola kenaikan kasus yang terjadi di Indonesia sebelumnya.

Itu artinya, upaya pengendalian kasus COVID-19 di Indonesia masih berpangku pada pengetatan kegiatan masyarakat. Padahal, kata Wiku, pembatasan mobilitas dan aktivitas tidak dapat dilakukan terus-menerus.

"Pembatasan mobilitas dan aktivitas masih menjadi faktor utama, padahal pendekatan tersebut tidak dapat dilakukan terus menerus karena akan berdampak pada sektor lainnya dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit," kata Wiku dalam konferensi pers virtual, Kamis, 30 September.

Wiku menyayangkan kondisi ini. Sebab, hal ini menunjukkan upaya untuk menjaga protokol kesehatan 3M belum maksimal dan belum dapat menjadi faktor utama penurunan kasus COVID-19.

"Untuk itu saya tekankan bahwa apapun upaya yang akan dilakukan, jika pelaksanaan dan pengawasan prokes tidak kuat, maka hal-hal tersebut tidak akan berjalan dengan efektif," ungkap Wiku.

Wiku menjelaskan bahwa penularan COVID-19 dipengaruhi oleh banyak faktor dan mungkin berbeda berdasarkan tempat dan perilaku masing-masing masyarakat di dalamnya.

Wiku membagi tiga tempat yang berisiko terhadap penularan kasus. Pertama adalah rumah dan tempat tinggal. Wiku menuturkan, lingkungan rumah dan tempat tinggal bukanlah area yang 100 persen bebas penularan.

"Faktor risiko di rumah dan lingkungan tempat tinggal di antaranya adalah tingkat kepatuhan protokol kesehatan secara kolektif, kepadatan tempat tinggal, dan kedekatan serta durasi interaksi antar masyarakat, baik dengan anggota keluarga satu rumah, anggota keluarga berbeda rumah, maupun dengan tetangga di sekitar tempat tinggal," tutur dia.

Tempat kedua adalah selama perjalanan. Wiku menyebut faktor risiko penularan COVID-19 selama perjalanan bervariasi. Namun, penularan ini paling berpeluang terjadi di dalam transportasi umum.

"Aspek yang menyebabkan terjadinya penularan dalam perjalanan juga beragam, termasuk tingkat kepatuhan protokol kesehatan oleh seluruh penumpang, sistem ventilasi alat transportasi, jarak antar penumpang, durasi perjalanan dan kebersihan alat transportasi," ujarnya.

Tempat ketiga di luar rumah. Faktor risiko khas yang dapat meningkatkan peluang penularan dalam aktivitas di luar rumah adalah tingkat kepatuhan protokol kesehatan secara kolektif, lingkar kontak tiap orang yang berkegiatan selama di perjalanan dan di rumah, dan besar ruangan serta ventilasi dalam ruangan untuk beraktivitas.

"Kegiatan yang dilakukan di luar rumah melibatkan interaksi fisik yang intens, misalnya berjabat tangan memeluk dan lain-lain, dilakukan dalam keadaan ramai dan tanpa disertai pembatasan kapasitas dan jarak masuk ke dalam kegiatan yang tergolong beresiko," ucap Wiku.