Bantahan Kejaksaan Agung Disebut Kebobolan dalam Kasus Djoko Tjandra
JAKARTA - Kepala Pusat Penanganan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono membantah tuduhan bahwa pihaknya kebobolan menangkap buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra yang bebas keluar masuk Indonesia.
Hari mengatakan, yang disebut kebobolan adalah ketika pihaknya mengetahui keberadaan Djoko Tjandra ada di Indonesia namun gagal menangkapnya.
"Kalimat atau kata-kata kebobolan, kalau sudah tahu kemudian nggak bisa menangkap, berarti kan bobol. Tapi kalau tidak tahu, kemudian orangnya apa betul yang dimaksud adalah yang kita cari itu, kemudian dengan adanya informasi-informasi itu, selama ini kan kita masih lakukan klarifikasi tentang kebenaran itu," ucapnya, dalam diskusi virtual bertajuk Ironi Djoko Tjandra & Tim Pemburu Koruptor, Sabtu, 18 Juli.
Namun, Hari mengakui, menangkap buronan apalagi kelas kakap memang tak semudah mencari sesuatu yang terlihat nyata ada di depan mata. "Saya kira mencari terpidana, terdakwa ataupun tersangka itu tidak segampang mencari sesuatu yang kelihatannya nyata. Apalagi jangankan di Indonesia ya, apalagi kalau sudah bisa ke luar negeri," ujarnya.
Hari memastikan, tim intelijen Kejaksaan Agung sedang bekerja maksimal untuk memantau keberadaan Djoko Tjandra. Namun, hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.
"Saya kira kalau sudah mengetahui kan langsung kita tangkap. Tetapi sekali lagi ada saat-saat tertentu yang barang kali tim kami tidak bisa mengikuti, dalam artian kalau sudah tahu duluan ya, kalau belum tahu posisi kan susah juga," katanya.
Lebih lanjut, Hari mengatakan, saat ini Kejaksaan Agung masih terus mengumpulkan informasi mengenai keberadaan Djoko Tjandra. Termasuk informasi yang beredar belakangan ini bahwa Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia dan sekarang berada di Singapura.
Di sisi lain, Hari enggan menjelaskan, terkait keterlibatan instansi lain di balik bebasnya Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia. Ia mengatakan, tak punya kewenangan untuk mengurusi instansi lain.
"Kami tidak masuk ke sana. Yang jelas, kami sudah lakukan sesuai prosedur untuk minta kelengkapan-kelengkapannya. Sejak 2009 memang sudah ada red notice itu dan sudah kita lakukan," tuturnya.
Kejaksaan Agung kebobolan
Sebelumnya, mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam angkat bicara. Dia menilai, mudahnya buronan kelas kakap seperti Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia bukan karena permainan kelompok tertentu. Melainkan akibat lemahnya pengawasan intelijen Kejaksaan Agung.
"Karena lemah itu akhirnya kecolongan. Saya tidak katakan permainan tapi kelemahan intelijen (Kejaksaan Agung), bukti kelemahan peraturan sehingga ini terjadi," katanya.
Chairul mengaku cukup bingung melihat santainya Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia. Padahal, seharusnya Kejaksaan Agung dapat mudah menangkap Djoko Tjandra.
Berdasarkan pengalaman Chairul selama berada di Korps Adhyaksa ini, Kejaksaan Agung dapat membawa buronan bahkan dari negara yang tak memiliki perjanjian ekstradisi sekalipun dengan Indonesia.
"Saya lihat ini kebobolan. Karena beberapa kali kita membawa buronan dari luar negeri bahkan dari negara-negara atau tempat-tempat yang tidak punya perjanjian ekstradisi dengan kita, kita bisa berhasil. Jadi enggak tahu kok kenapa sekarang ini bisa begini, saya sendiri sudah lama di luar kejaksaan," ucapnya.
Baca juga:
Tak hanya itu, Chairul mengatakan, mudahnya buronan kelas kakap ini keluar masuk Indonesia karena pintu-pintu masuk ke Tanah Air tak diawasi dengan penjagaan yang ketat.
Apalagi, kata Chairul, sebagai negara maritim dengan perairan yang lebih luas dari daratan, banyak jalan tikus yang dapat "mendukung" Djoko Tjandra dengan mudah melenggang ke Indonesia ataupun sebaliknya.
"Kan masuk Indonesia ini kan sebetulnya hal yang tidak terlalu sulit. Coba saja dari Singapura dia ke Kuching (Malaysia), sudah bisa masuk tuh lewat Kalimantan Barat, Pontianak. Bisa juga dia lewat jalan tikus yang di Riau dari Singapura mungkin dia lewat Tanjung Balai, Tanjung Batu itu banyak sekali kapal-kapal penyeludup yang bisa ditumpangi," ucapnya.
Chairul mengatakan, bahkan buronan juga dapat menggunakan kapal barang yang nantinya bersandar di Pantai Mutiara dan selanjutnya dijemput oleh speed boat. "Jadi memang tidak gampang mengawasi (pintu-pintu masuk), itu sulit. Tetapi memang harus dilakukan," jelasnya.