Keganjilan Klarifikasi Anies soal Reklamasi Ancol

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memberikan klarifikasi soal perizinan reklamasi di Ancol, Jakarta Utara. Namun, Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak masih merasa ada keganjilan dalam pernyataan Anies.

Dalam rekaman video yang diunggah Pemprov DKI, Anies menyebut Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 bisa dijadikan dasar hukum yang memenuhi syarat legal administratif terhadap perizinan reklamasi seluas 155 hektare tersebut.

>

Padahal, kata Gilbert, perizinan reklamasi Ancol dengan aturan berupa keputusan gubernur menjadi cacat hukum. Anies harus memiliki pegangan hukum yang lebih tinggi berupa peraturan daerah (perda) mengenai rencana detail tata ruang (RDTR) dan zonasi.

"Mana bisa kepgub menjadi landasan hukum? Harus ada perda yang membutuhkan pembahasan bersama antara Pemprov DKI dengan DPRD sebagai penyusunannya," kata Gilbert kepada VOI, Senin, 13 Juli.

Selain itu, Gilbert juga mempertanyakan kenapa Anies tak menjelaskan bahwa Pemprov DKI ternyata hanya mendapat kepemilikan 5 persen dari lahan reklamasi Pulau K seluas 35 hektare dan Pulau L seluas 120 hektare tersebut. 

Sisanya, sebanyak 95 persen tanah reklamasi nantinya dipegang dan dikelola oleh PT Pembangunan Jaya Ancol sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI.

Padahal, jika mengacu pada Pasal 94 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah, kegiatan pengadaan tanah yakni reklamasi tidak boleh menjadi bagian dari kerja sama BUMD. 

"Seratus persen tanah harusnya mutlak menjadi milik DKI. Yang dikhawatirkan dari skema pembagian ini, Ancol menjual tanah kepada swasta. Padahal, tidak boleh ada tanah pemerintah yang diperjualbelikan," ungkap Gilbert.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya buka suara atas rencana reklamasi Ancol. Anies mengklaim alasan dirinya memberi perizinan perluasan kawasan rekreasi Ancol untuk menanggulangi dampak banjir.

Sebab, menurutnya, tanah yang akan digunakan dalam proyek reklamasi seluas 155 hektare di Ancol tersebut merupakan hasil pengerukan sungai dari program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP) yang telah berjalan sejak 2009.

"Lumpur ini kemudian dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan Ancol. Jadi, ini adalah sebuah kegiatan untuk melindungi warga Jakarta dari bencana banjir," kata Anies.

Perizinan perluasan kawasan Ancol ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 pada 24 Februari 2020. Rinciannya, izin perluasan kawasan rekreasi seluas 35 hektare untuk rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan lahan di kawasan Ancol Timur.

"Keputusan Gubernur nomor 237 tahun 2020 dikeluarkan, sehingga tanah (hasil pengerukan) itu bisa dimanfaatkan," ucap Anies.

Nantinya, lahan reklamasi akan digunakan untuk membangun fasilitas rekreasi, di antaranya Bird Park, Masjid Apung, Symphony of The Sea, New Resto, dan pedestrian bundaran timur. Fasilitas ini akan mulai dibangun pada 2021.

Selain itu, akan dibangun juga Dufan Hotel, Symphony of The Sea tahap 3 (Bundaran Timur ke lumba-lumba) dan tahap 4 (lumba-lumba ke dunia fantasi) yang ditargetkan akan dibangun pada 2022. Kemudian, ada Ancol Residence mulai dibangun pada 2021 hingga 2024 dan Ocean Fantasy dibangun 2021 hingga 2023.