Pengamat Sebut Munculnya Klaster Penyebaran COVID-19 di Lingkungan TNI AD karena Meremehkan Situasi
JAKARTA - Beberapa waktu yang lalu, kasus COVID-19 bertambah masif seiring terjadinya penularan di sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI Angkatan Darat Bandung dan Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) TNI Angkatan darat di Cimahi. Meski TNI AD membuka fakta seluas-luasnya terkait penyebaran COVID-19 di lingkungan mereka, namun muncuk kritik akibat peristiwa tersebut.
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, kejadian penyebaran COVID-19 di tengah lingkungan TNI AD memberikan kesan mereka meremehkan situasi dan terlambat mengantisipasi potensi penularan virus tersebut.
"Padahal sejumlah epidemiolog dan virolog sudah jauh-jauh hari mengingatkan besarnya potensi ancaman (penularan COVID-19, red) di lingkungan asrama dengan berkaca dari situasi buruk yang terjadi pada kasus kapal pesiar Diamond Princess maupun sejumlah klaster besar lainnya," Kata Fahmi kepada wartawan, Minggu, 12 Juli.
Meski mengkritisi, Fahmi memberikan apresiasi terhadap mereka terkait penanganan klaster Secapa dan Pusdikpom TNI AD. Katanya, TNI AD mengambil kebijakan yang tepat dengan membuka fakta dan menjelaskan langkah-langkah apa saja yang sudah diambilnya untuk menanggulangi penyebaran virus ini. Dia menilai, ketika TNI AD menutupi permasalahan ini, dampak lebih buruk bisa terjadi.
Fahmi menekankan, TNI maupun Polri harusnya bisa memastikan satuan dan personel yang turun ke tengah masyarakat harus menyadari kondisi di masa pandemi ini. Di masa pandemi ini, anggota TNI dan Polri diturunkan di sejumlah fasilitas umum untuk mengingatkan masyarakat patuh pada protokol kesehatan.
Fahmi mengatakan, personel yang terjun ke tengah masyarakat, harus memahami mereka berada dalam kondisi yang rentan. Karenanya penting untuk melindungi diri sendiri, rekan, keluarga dan warga masyarakat di sekitar mereka.
Di sisi lain, keberadaan TNI dan Polri untuk melakukan pengawasan protokol kesehatan, dinilai Fahmi tidak akan berdampak positif apalagi berharap masyarakat patuh secara terus menerus dan berkelanjutan.
"Pelibatan (TNI dan Polri, red) itu lebih tampak sebagai penundukan dan pengancaman. Bukan penyadaran," tegasnya.
Baca juga:
Penularan COVID-19 tidak sengaja
Dalam kunjungan ke Makodam III/Siliwangi, Bandung pada Sabtu, 11 Juli, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa mengatakan, terungkapnya penghuni Secapa AD yang terjangkit COVID-19 terjadi karena tidak sengaja.
"Jadi tepatnya dua minggu lalu adalah laporan pertama dari Komandan Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat pada saya. Diawali ketidaksengajaan," ungkap dia sambil menjelaskan klaster ini diawali dari dua orang siswa perwira yang berobat di RS Dustira Kota Cimahi.
"Yang satu keluhan karena bisa. Berarti demam karena adanya infeksi dan yang satu lagi masalah tulang belakang atau HMP. Tapi ternyata saat mereka di-swab positif," imbuhnya.
Setelah mendapatkan laporan terkait adanya dua siswa perwira yang positif COVID-19, dia langsung mengirimkan alat uji cepat atau rapid test dari Jakarta sebanyak 1.250 buah. Setelah alat sampai dan dilakukan pengujian, hasilnya 187 siswa Secapa TNI AD dinyatakan reaktif COVID-19.
Atas hasil tersebut, Andika meminta seluruh siswa semua di-swab. Untuk melancarkan pengujian, dirinya kemudian mengirimkan VTM. "Kemudian dilakukan tes swab dan dari situ akhirnya ditemukan," ujarnya.
Sejak awal kasus ditemukan di Secapa, setidaknya ada 30 penghuni yang sempat dirawat di RS Dustira. Kemudian pada Sabtu, 11 Juli, jumlah penghuni Secapa TNI AD tersisa 17 orang. Dari 17 orang tersebut, satu orang sudah dinyatakan negatif COVID-19. Tapi, pasien tersebut perlu mendapat perawatan lanjutan karena didiagnosa mengalami TBC paru.
Sementara 1.250 orang yang terpapar COVID-19, kini terus menjalani isolasi. Dari jumlah tersebut, sebagian sudah mengikuti tes swab kedua. Sebanyak 14 orang dinyatakan negatif dan segera dipisahkan dari yang lain. Sementara, 296 orang lainnya masih menunggu hasil pemeriksaan.
Andika menegaskan, TNI AD terus berupaya menghentikan penularan COVID-19 di wilayah sekolah perwira itu. Dia menyatakan, tak semua wilayah sekolah tersebut masuk dalam zona merah.
"Dari 1.198 siswa mereka tinggal di 29 barak. Itu ternyata ada 207 siswa yang hidup bersama mereka yang tidak ketularan. Itu yang siang malam berada di dalam satu barak," pungkasnya.