Kematian Wali Kota Seoul Park Won-soon Diwarnai Isu Pelecehan Seksual
JAKARTA - Kematian Wali Kota Seoul Park Won-soon mengangkat dugaan keterlibatannya dalam kasus pelecehan seksual. Kabar itu menodai nama Park yang juga dikenal sebagai pejuang reformasi dan feminis.
Park Won-soon ditemukan tewas di bukit berhutan di Seoul bagian utara, Jumat pagi, sekitar tujuh jam setelah putrinya melaporkan kepada polisi bahwa Park meninggalkan pesan verbal sebelum meninggalkan rumah. Pihak berwenang meluncurkan pencarian besar-besaran untuk pria 64 tahun itu hingga jasadnya ditemukan anjing penyelamat.
Polisi mengatakan tak ada tanda-tanda kejanggalan di lokasi penemuan jasad. Polisi juga menolak mengungkap penyebab kematian Park. Jumat pagi, 10 Juli, para pejabat Seoul mengungkap apa yang mereka sebut sebagai "kehendak Park".
"Saya merasa kasihan kepada semua orang. Saya berterima kasih kepada semua orang yang telah bersama saya dalam hidup saya," kata catatan yang ditinggalkan Park untuk keluarga, yang kemudian ditampilkan di TV.
Salah satu poin yang disebut adalah permintaan Park agar jasadnya dikremasi di disebar di sekitar kuburan orang tuanya.
Simpati dan sentimen
Dilaporkan CBC, Jumat, 10 Juli, para pendukung Park terlihat meneriakkan slogan-slogan, seperti "kami mencintaimu" dan "kami meminta maaf" ketika jasad Park tiba di Rumah Sakit Seoul. Seorang pendukung Park, Kim Young-hyun (48) mengatakan, "Saya sangat menghormatinya ... Saya harap dia dapat mewujudkan semua mimpinya di surga."
Di samping simpati, sentimen juga menyeruak terhadap Park, menyusul pemberitaan media setempat soal dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh sekretaris wanita Park. Polisi lagi-lagi bersikap tertutup mengenai hal itu. Polisi hanya mengonfirmasi laporan terhadap Park tanpa merinci.
Beberapa kritikus mempertanyakan citra seorang pria yang menggambarkan dirinya sebagai "walikota feminis" yang didedikasikan untuk kesetaraan gender dan pendukung vokal gerakan "Me Too". Selama hari-harinya sebagai pengacara hak asasi manusia, Park memenangi perkara pelecehan seksual pertama Korea Selatan di tahun 1998.
Kala itu ia menjalani pertarungan hukum selama bertahun-tahun, di mana ia membela seorang asisten peneliti di Universitas Nasional Seoul yang menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang profesor. Sang klien dipecat karena menolak ajakan seks sang profesor.
Baca juga:
Dari posisinya sebagai Wali Kota, Park tetap fokus pada permasalahan feminis dan isu-isu kesetaraan gender. Ia menunjuk penasihat khusus untuk membantunya menangani isu-isu kesetaraan gender dan memperkenalkan kebijakan yang bertujuan untuk merancang lingkungan perkotaan yang lebih aman bagi perempuan dan menyediakan perumahan yang terjangkau bagi perempuan lajang yang bekerja.
"Semua orang memperingati almarhum tanpa berbicara tentang rasa sakit yang akan ditanggung oleh korban wanita sepanjang hidupnya," Yu Chang-seon, seorang komentator masalah sosial, menulis di Facebook.
Profesor Yi Han Sang dari Universitas Korea mengkritik pemerintah Kota Seoul untuk rencana pendirian sejumlah daerah berkabung publik dan alokasi dana resmi untuk pemakaman Park yang akan dilangsungkan pekan depan. Menurutnya, Pemerintah Kota Seoul harusnya berfokus untuk memperjelas tuduhan terhadap Park.