Ketika Reshuffle, Jokowi Harus Pastikan Menteri Barunya Tak Sekadar Cari Panggung untuk Pemilu 2024

JAKARTA - Wacana reshuffle menteri di Kabinet Indonesia Maju yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo terus berembus.

Ketika Jokowi jadi reshuffle, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih menteri barunya. Salah satunya adalah tidak mencari panggung politik untuk maju di Pemilu 2024 mendatang.

"Bekerja untuk rakyat, bangsa, dan negara bukan untuk kepentingan lainnya termasuk kepentingan siap-siap menjadi capres atau cawapres di 2024 nanti," kata Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin ketika dihubungi VOI, Minggu, 5 Juli.

Selain itu, Jokowi perlu memilih menteri barunya yang memiliki kemampuan sesuai dengan pos kementeriannya.

"Karena orang yang capable atau pintar sekalipun akan gagal jika ditempatkan di pos kementerian yang tidak tepat," tegasnya.

Menteri yang dipilih Jokowi, kata dia, juga harus orang yang berintegritas, cerdas, dan mampu menerjemahkan visi misi presiden serta mengimplementasikan program di dalam visi misi itu di kementerian yang dipimpinnya kelak.

"Dan yang terpenting lagi, seorang menteri harus peduli akan nasib rakyat. Karena menjadi menteri atau pejabat itu untuk melayani rakyat," ungkap Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

"Bukan yang ingin dilayani rakyat, lalu sok berkuasa padahal kinerjanya memble," imbuhnya.

Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengaku kecewa dan merasa geram dengan kinerja para menterinya. Dalam sidang kabinet paripurna yang dihadiri oleh menteri-menterinya itu, Jokowi mengaku tak segan-segan untuk melakukan reshuffle atau perombakan kabinet.

Alasannya, di masa krisis akibat pandemi COVID-19 seperti sekarang, Jokowi melihat masih ada sejumlah menterinya yang bekerja dengan biasa-biasa saja bahkan tak mengeluarkan kebijakan yang luar biasa.

Bukan hanya menyatakan tak segan melakukan reshuffle, Jokowi juga menyinggung sejumlah menteri di kabinetnya. Salah satunya adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. 

Dalam sidang itu, Jokowi menyoroti realisasi anggaran penanganan kesehatan masih sangat kecil dari total anggaran Rp75 triliun yang digelontorkan. Dari catatannya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan hanya 1,53 persen dari anggaran tersebut yang telah direalisasikan.

Hasil survei: reshuffle perlu dilakukan

Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei mereka mengenai presepsi publik soal reshuffle atau perombakan menteri di kabinet Indonesia Maju. Direktur IPO Dedi Kurniasyah mengatakan, publik ingin agar reshuffle dilakukan oleh presiden. 

Dalam survei tersebut tercatat sebanyak 72,9 persen responden ingin agar Jokowi melakukan reshuffle. Sementara 22,4 persen responden menganggap reshuffle tak perlu dilakukan dan 4,7 persen responden mengakut abstain atau tidak memilih.

Ada banyak menteri yang dianggap layak untuk direshuffle dalam survei tersebut dan yang menempati posisi paling atas adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly konsisten berada di posisi teratas paling diharapkan reshuffle dengan penilaian 64,1 persen. Kemudian disusul dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto 52,4 persen," kata Dedi seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.

Pada posisi selanjutnya, sebanyak 47,5 persen responden berharap Ida Fauziyah direshuffle dari jabatannya. Kemudian, 40,8 persen responden menginginkan Menteri Agama Fachrul Razi diganti dari jabatannya.

Selanjutnya, sebanyak 36,1 persen responden berharap agar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo direshuffle dan 33,2 persen responden ingin agar Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan juga direshuffle.

Sebanyak 30,6 persen responden juga berharap Menteri Sosial Juliari Batubara direshuffle. Kemudian, 28,1 persen responden ingin agar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki digantikan. Terakhir, sebanyak 24,7 persen responden ingin agar Menpora Zainudin diganti dan 18,4 persen responden ingin agar Erick Thohir direshuffle.

Dedi mengatakan, menteri yang diharapkan publik untuk direshuffle adalah mereka yang dekat dengan Jokowi. Sebut saja Yasonna Laoly dan Juliari Batubara yang merupakan kader dari PDI Perjuangan dan Erick Thohir yang merupakan eks Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin ketika Pilpres 2019 lalu.

"Jangan sampai kedekatan itu membuat mereka kemudian tidak berupaya lebih baik karena merasa aman dari kritik dan koreksi dari presiden," tegasnya.

Adapun survei ini dilakukan dengan melibatkan 1.350 responden di 30 provinsi pada 8 Juni hingga 25 Juni yang lalu dengan metode penelitian wellbeing purposive sampling yakni wawancara melalui sambungan telepon. Tingkat kepercayaan hasil survei sebesar 97 persen dengan margin error atau tingkat kesalahan dalam survei 3,54 persen.