Soal Tak Perlu Ada Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Hidayat Nur Wahid dan PKS Sepaham dengan Jokowi
JAKARTA – Meski Presiden Jokowi dengan tegas menyatakan menolak upaya amandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden, namun tetap saja wacana ini digulirkan. Pimpinan parpol, pengamat politik, pendiri lembaga survey dan relawan masih saja menggoreng isu ini. Menurut Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dalam persoalan perpanjangan masa jabatan presiden, PKS sepaham dengan Presiden Jokowi. Sama-sama tidak setuju ada penambahan masa jabatan presiden dari yang sudah diamanatkan konstitusi.
Pihak-pihak yang menginginkan Jokowi memimpin lagi setelah usai masa jabatan periode kedua nanti sudah berancang-ancang dengan menggulirkan isu amandemen UUD 1945. Seperti dikemukakan Hidayat, sampai saat ini memang belum ada anggota MPR yang mengusulkan. Pihaknya dalam konteks ini menunggu saja. Kalau ada yang mengusulkan amandemen konstitusi akan dikaji. “Kita tunggu saja, kalau ada yang mengusulkan nanti akan kita uji dengan merujuk ke pasal 37 ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang mengatur persoalan amandemen,” katanya.
Kalau usulan amandemen itu lolos dari dua aturan di atas; ayat 1 dan 2 pasal 37 UUD 1945, MPR akan menggelar sidang paripurna dengan materi amandemen konstitusi yang diusulkan oleh pihak pengusul. “Dalam ketentuan yang diatur pasal 3 dan 4, sidang paripurna MPR itu harus dihadiri oleh minimal dua pertiga anggota MPR. Dan kalau dalam sidang itu 50 persen plus satu orang anggota MPR setuju, maka terjadilah amandemen atas UUD 1945,” katanya.
Banyak pihak yang optimis dengan 7 partai sudah bergabung dalam koalisi pendukung presiden, langkah amandemen ini akan mulus di MPR. “Dengan 7 partai bergabung tinggal tambah empat orang saja untuk meloloskan usul amandemen ini, ada yang berpendapat begitu. Memang teorinya demikian. Tapi di lapangan belum tentu akan seperti itu. Benarkan semua partai itu mengusulkan amandemen untuk tema yang sama (perpanjangan masa jabatan presiden)? Sampai hari ini belum terbukti itu,” tegas presiden kedua PKS ini.
Soalnya, dia melanjutkan, MPR mendapat rekomendasi dari MPR periode sebelumnya soal Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). “Kami punya Lembaga yang melakukan kajian untuk menghadirkan Kembali yang dulu disebut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) menjadi Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Di tingkat ini MPR belum satu kata. Banyak yang mengusulkan amandemen untuk PPHN ini namun PKS tidak setuju ada amandemen UUD 1945 untu masalah ini,” tandas Hidayat Nur Wahid.
Mengapa PKS tidak setuju? “Kami memandang PPHN diperlukan, tapi tidak perlu ada amandemen UUD 1945. Itu sudah cukup dengan menguatkan UU RPJM yang sudah ada saja. Kalau tujuannya untuk menghadirkan kesinambungan dalam pembangunan,” lanjutnya.
Skala Prioritas
Di saat pandemi COVID-19 masih melanda kini, seharusnya anggota dewan dan anggota MPR berpikir prioritas. Mana yang benar-benar harus diselesaikan. “Harusnya di era pandemi masih luar biasa ini seluruh pikiran kita difokuskan untuk melaksanakan ketentuan konstitusi. Yaitu melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, melindungi seluruh rakyat Indonesia. Yaitu melindungi dari COVID-19 dan dampak-dampak yang disebabkan oleh COVID-19,” tandasnya.
Mustinya itu yang harus menjadi prioritas saat ini. “Karena untuk urusan amandemen UUD 1945 kita perlu pikiran yang jernih dan situasi yang kondusif. Tidak dikhawatirkan dengan beragam dampak COVID-19 yang amat dahsyat seperti sekarang ini,” lanjutnya.
Dia tidak setuju dengan upaya menunggangi kasus COVID-19 ini untuk memperpanjang masa jabatan presiden. “Saya tidak setuju pada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi pandemi COVID-19 ini untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Atau dengan alasan COVID-19 kita tidak bisa melaksanakan pemilihan umum,” tegas Hidayat.
Baca juga:
Soalnya kalau pemilu diundur, berarti tidak melaksanakan konstitusi. “Karena melanggar pasal 22e ayat 1 dan 2. Bahwa pemilu presiden dan pemilu legislatif itu dilaksanakan lima tahun sekali. Lainnya adalah pasal 7 UUD 195 bahwa presiden dan wakil presiden itu masa jabatannya lima tahun dan bisa dipilih satu kali saja dalam masa jabatan yang sama,” tegas Hidayat Nur Wahid wacana penambahan masa jabatan presiden Jokowi yang sudah dua periode memimpin.