Mungkinkah Terawan Jadi Salah Satu Menteri yang Masuk dalam Daftar Reshuffle?

JAKARTA - Isu perombakan Kabinet Indonesia Maju terus bergulir setelah Presiden Joko Widodo mengaku kesal dengan para menterinya karena tidak bekerja maksimal menghadapi pandemi COVID-19. Ada sejumlah menteri yang saat itu disindir Jokowi. Salah satunya adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang bertanggung jawab terhadap sektor kesehatan.

Sejumlah pihak kemudian menduga Terawan akan masuk ke dalam daftar menteri yang akan direshuffle oleh Jokowi. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan, posisi Terawan rawan direshuffle.

"Posisi Terawan sedang rawan, rawan terkena reshuffle jika nantinya ada reshuffle," kata Ujang saat dihubungi VOI, Selasa, 30 Juni.

Ada beberapa alasan yang membuat Ujang merasa yakin, Terawan akan masuk ke dalam kursi panas. Pertama, hal ini tersirat dari pernyataan Jokowi yang mengatakan ada sejumlah menterinya yang biasa-biasa saja meski krisis akibat pandemi COVID-19 sedang terjadi.

"Kerja Menkes standar dan biasa-biasa saja. Tak ada yang bisa dibanggakan kinerjanya di mata Jokowi dan di mata publik," katanya.

Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Terawan, sudah dua kali mendapat sorotan akibat penyerapan anggaran yang kurang signifkan.

Sorotan pertama muncul saat pidato sidang kabinet yang digelar pada 18 Juni, ketika Jokowi pertama kali meluapkan emosinya terhadap para menterinya. Saat itu, Jokowi menyoroti realisasi anggaran penanganan kesehatan masih sangat kecil dari total anggaran Rp75 triliun yang digelontorkan.

"Saya beri contoh, bidang kesehatan itu dianggarkan Rp75 triliun, Rp75 triliun baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem di situ semua," kata Jokowi dalam video yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu, 28 Juni.

Berselang 11 hari kemudian, Jokowi kembali menyindir Terawan. Dalam rapat terbatas percepatan penanganan COVID-19, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut meminta agar sektor kesehatan cepat bergerak. Salah satunya dengan mempercepat pembayaran reimbursement untuk pelayanan kesehatan.

"Ini dipercepat pencairannya. Jangan sampai ada keluhan. Misalnya yang meninggal itu harus segera bantuan santunan harus keluar," kata Jokowi dalam rapat yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 29 Juni.

Jokowi meminta Kemenkes tak menerapkan aturan dengan prosedur yang bertele-tele dan berbelit. Dia mengatakan semua aturan harus segera disederhanakan. 

Dia juga meminta pembayaran klaim rumah sakit harus segera dilakukan. Termasuk, pembayaran insentif tenaga medis dan petugas laboratorium harus cepat dilaksanakan dan tidak lagi ditunda-tunda. "Kita menunggu apa lagi? Anggarannya sudah ada," tegas Jokowi.

Kembali ke Ujang, hal lain yang membuatnya yakin Terawan akan masuk ke dalam daftar menteri yang akan direshuffle karena dia tak diajak Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Jawa Tengah.

"Hari ini saja Presiden Jokowi ke Jateng untuk memantau penanganan COVID, Menkes tidak diajak. Padahal itu leading sektornya Menkes. Menteri lain ikut tapi Menkes tidak diajak," ungkap Ujang.

Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah pada Selasa, 30 Juni. Ada sejumlah tempat yang didatanginya. Salah satunya adalah mengunjungi posko penanganan dan penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah.

Dalam kunjungan tersebut, sejumlah menteri seperti Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono ikut mendampingi. dan sejumlah nama lain turut mendampingi Jokowi. 

Sedangkan Terawan mengisi kegiatan Webinar Peringatan Bulan Bung Karno 2020 yang diadakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Pusat PDIP. Dalam acara tersebut, mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto tersebut menyampaikan beberapa hal. Salah satunya terkait penggunaan telemedicine dan obat modern asli Indonesia.

Berkaca dari keadaan tersebut, Ujang menilai, Terawan akan menjadi salah satu menteri yang bakal diganti oleh Presiden Jokowi.

"Jadi saat ini Menkes Terawan rawan terkena reshuffle. Apalagi, tak ada backup partai politik membuat dia terdesak," ujarnya sambil menambahkan sangat kecil kemungkinan bagi Terawan untuk selamat dari perombakan, jika benar terjadi nantinya.

"Kalau selamat itu artinya ada faktor lain. Kalau ukurannya kinerja maka Menkes tidak selamat. Faktor lain, faktor politik dan itu hanya Jokowi yang tahu," imbuh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

Disindir Jokowi, dibela kolega dan mitra kerja

Sindiran Jokowi kepada Terawan terkait realisasi belanja anggaran yang masih terlalu kecil ditanggapi oleh koleganya, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mitra kerjanya yaitu Komisi IX DPR RI. 

Ani, sapaan akrab Sri Mulyani mengatakan, rendahnya realisasi anggaran di bidang kesehatan sebenarnya bukan hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Terawan. Kata dia, rendahnya serapan ini bisa terjadi karena panjangnya proses pencairan yang harus dilakukan secara bertahap.

"Jadi dalam hal  ini ada yang berpersepsi bahwa anggaran kesehatan baru cair sedikit, seolah-olah itu hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Sebenarnya tidak juga," tuturnya, konfensi pers virtual bertajuk Kondisi Ekonomi Terkini Indonesia dan Proyeksi Akhir 2020, Selasa, 30 Juni.

Menurut Ani, anggaran kesehatan itu tidak semuanya disalurkan melalui Kemenkes. Anggaran tersebut juga disalurkan melalui gugus tugas penanganan COVID-19 baik nasional maupun daerah, serta ada pula dalam bentuk insentif pajak kepada rumah sakit yang melakukan penanganan pandemi.

"Ada yang merupakan belanja di tempatnya gugus tugas, ada yang di tempatnya Kementerian Kesehatan. Ada juga yang kami berikan dalam bentuk penanganan untuk BPJS Kesehatan, sehingga mereka mampu membayar rumah sakit," jelasnya.

Lebih lanjut, Ani menegaskan, langkah-langkah di bidang kesehatan ini adalah tanggung jawab bersama. Artinya tidak hanya Kementerian Kesehatan yang harus bertanggung jawab tetapi juga gugus tugas nasional dan daerah.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena juga mengomentari teguran Jokowi kepada terawan. Dia menganggap teguran tersebut kurang tepat dan harus diluruskan.

"Teguran Presiden terhadap kecilnya realisasi anggaran penanganan COVID-19 bidang kesehatan yang hanya 1,53 persen dari total Rp75 triliun harus didudukkan dalam konteks yang tepat," kata Melki.

Apalagi dari laporan yang diterima komisi IX DPR RI, sambungnya, disebutkan jika anggaran penanganan COVID-19 bidang kesehatan telah mengalami kenaikan dari Rp75 triliun menjadi Rp87,55 triliun.

"Dari total anggaran bidang kesehatan tersebut, Kementerian Kesehatan mengajukan anggaran Rp54,56 triliun yang disetujui Kementerian Keuangan hanya Rp25,73 triliun," ungkapnya.

Adapun rinciannya adalah untuk pencegahan dan pengendalian COVID-19, termasuk penyediaan screening test sebesar Rp1,503 triliun, pelayanan laboratorium COVID-19 sebesar Rp33,53 miliar, pelayanan kesehatan sebesar Rp21,86 triliun, keafirmasian dan alat kesehatan sebesar Rp136 miliar. Kemudian pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) Kesehatan sebesar Rp1,96 triliun dan kesehatan masyarakat sebesar Rp229,75 miliar.

Dari total anggaran tersebut, Melki menjelaskan, anggaran yang sudah masuk daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) Kemenkes sebesar Rp1,96 triliun dengan realisasi sebesar 17,6 persen, yang terdiri dari Rp331,29 miliar untuk insentif tenaga kesehatan pusat dan Rp14,1 miliar untuk santunan kematian tenaga kesehatan. 

Sementara sisanya sebanyak Rp23,77 triliun hingga saat ini masih dalam proses revisi DIPA dari Kemenkeu, "Artinya anggaran ini belum masuk ke DIPA Kemenkes sehingga belum bisa direalisasikan," tegas politikus Partai Golkar ini.

Selain itu, selisih anggaran penanganan COVID-19 di luar Rp25,73 triliun yaitu sebesar Rp61,82 triliun dikelola melalui Badan Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Kemenkeu dan juga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).