Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diminta membuktikan kemampuannya dalam menangani pandemi COVID-19. Hal ini disampaikan peneliti Amanat Institute Dirga Maulana. Sebab, gebrakan dari Menkes Terawan sangat ditunggu oleh masyarakat.

Namun alih-alih gebrakan, Terawan malah menunjukkan ketidakmampuannya. Hal ini terbukti dari komunikasi publik yang gagal, berkolaborasi dengan pihak di luar pemerintahan, dan etos kerja yang belum terlihat.

"Padahal masyarakat menunggu gebrakan dari Menteri Kesehatan dalam situasi krisi ini. Ketidakmampuan Terawan terakumulasi dengan kemarahan Jokowi yang secara tidak langsung mengkritik kinerja para menterinya," kata Dirga saat dihubungi VOI, Jumat, 10 Juli. 

Gebrakan ini, sambung dia, sangat dibutuhkan karena di tengah pandemi seperti sekarang ada masalah serius yang harus ditangani Terawan. Salah satunya adalah mengalokasikan dana untuk ketersediaan alat pelindung diri dan pembiayaan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan.

Selain itu, Terawan juga harus berani untuk mengalokasikan dana riset dan inovasi kesehatan. "Pandemi harus menjadi pembelajaran penting untuk pemerintah dalam memprioritaskan kesehatan," ungkapnya.

Jika mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto itu memang merasa dia tak mampu, Dirga menilai, Terawan bisa mengikuti jejak beberapa menteri kesehatan dari negara lain untuk mengundurkan diri dari jabatannya. 

"Terawan mungkin bisa mencontoh sikap dari dua orang menteri menteri kesehatan di Ekuador dan Belanda jika gebrakannya tidak terlihat dan dirasakan oleh masyarakat," tegasnya.

Diketahui, Menteri Kesehatan Belanda Bruno Bruins mengundurkan diri dari jabatannya setelah gagal saat debat dengan parlemen terkait penanganan pandemi COVID-19 di negeri kincir angin tersebut. Usai kejadian tersebut, dikutip dari Dutch News pada 19 Maret, pemerintah Belanda kemudian mengumumkan secara resmi pengunduran diri Bruins.

Sementara Menteri Kesehatan Ekuador, Catalina Andramuno mengundurkan diri dari posisinya setelah pemerintah Ekuador mengumumkan penambahan kasus positif COVID-19 mencapai angka 500 kasus. 

Jika Dirga menyarankan Terawan untuk mundur, pengamat politik dari Universitas Paramadina justru menilai sebaliknya. Menurut dia, kelanjutan menteri untuk bekerja di dalam kabinet pemerintahan memang diputuskan oleh presiden. 

Hanya saja, reshuffle atau perombakan kabinet menjadi hal yang pasti terjadi bila seorang menteri dianggap tak bisa menunjukkan performa terbaiknya apalagi di masa krisis akibat pandemi COVID-19.

"Kalau presiden lihat ini gagal ya saya mendukung kalau presiden mau mengganti. Tapi kalau presiden bilang enggak, ya kita mau ngomong apa," ujarnya.

Dia juga menilai di tengah pandemi ini, Jokowi sebenarnya butuh Menteri Kesehatan yang berkonsentrasi terhadap pemulihan kesehatan dan mementingkan tenaga kesehatan. Hanya saja, dia menilai Terawan menurut Hendri belum memenuhi standar ini. "Dia gagap. Lambat panas sehingga gerakannya terlambat," tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah pihak menduga Terawan akan masuk ke dalam daftar menteri yang akan direshuffle Jokowi. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan, posisi Terawan rawan direshuffle.

"Posisi Terawan sedang rawan, rawan terkena reshuffle jika nantinya ada reshuffle," kata Ujang saat dihubungi VOI, Selasa, 30 Juni.

Ada beberapa alasan yang membuat Ujang merasa yakin, Terawan akan masuk ke dalam kursi panas. Pertama, hal ini tersirat dari pernyataan Jokowi yang mengatakan ada sejumlah menterinya yang biasa-biasa saja meski krisis akibat pandemi COVID-19 sedang terjadi.

"Kerja Menkes standar dan biasa-biasa saja. Tak ada yang bisa dibanggakan kinerjanya di mata Jokowi dan di mata publik," katanya.

Beberapa waktu yang lalu, Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei mereka mengenai presepsi publik soal reshuffle atau perombakan menteri di kabinet Indonesia Maju. Direktur IPO Dedi Kurniasyah mengatakan, publik ingin agar reshuffle dilakukan oleh presiden. 

Dalam survei tersebut tercatat sebanyak 72,9 persen responden ingin agar Jokowi melakukan reshuffle. Sementara 22,4 persen responden menganggap reshuffle tak perlu dilakukan dan 4,7 persen responden mengakut abstain atau tidak memilih.

Ada banyak menteri yang dianggap layak untuk direshuffle dalam survei tersebut dan yang menempati posisi paling atas adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menkes Terawan.

"Menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly konsisten berada di posisi teratas paling diharapkan reshuffle dengan penilaian 64,1 persen. Kemudian disusul dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto 52,4 persen," kata Dedi seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.

Pada posisi selanjutnya, sebanyak 47,5 persen responden berharap Ida Fauziyah direshuffle dari jabatannya. Kemudian, 40,8 persen responden menginginkan Menteri Agama Fachrul Razi diganti dari jabatannya.

Selanjutnya, sebanyak 36,1 persen responden berharap agar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo direshuffle dan 33,2 persen responden ingin agar Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan juga direshuffle.

Sebanyak 30,6 persen responden juga berharap Menteri Sosial Juliari Batubara direshuffle. Kemudian, 28,1 persen responden ingin agar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki digantikan. Terakhir, sebanyak 24,7 persen responden ingin agar Menpora Zainudin diganti dan 18,4 persen responden ingin agar Erick Thohir direshuffle.

Adapun survei ini dilakukan dengan melibatkan 1.350 responden di 30 provinsi pada 8 Juni hingga 25 Juni yang lalu dengan metode penelitian wellbeing purposive sampling yakni wawancara melalui sambungan telepon. Tingkat kepercayaan hasil survei sebesar 97 persen dengan margin error atau tingkat kesalahan dalam survei 3,54 persen.