Maaf Raja Belgia untuk Penjajahan Kongo

JAKARTA - Aksi solidaritas Black Lives Matter (BLM) yang bergaung dalam beberapa pekan terakhir turut memengaruhi Belgia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Raja Philippe yang berkuasa meminta maaf dan menyesal atas kekerasan dan penghinaan yang dilakukan pendahulunya, Raja Leopold II saat menjajah Republik Demokratik Kongo.

Melansir CNN, lewat sepucuk surat, Raja Philippe menyampaikan penyesalan yang paling dalam atas tindakan kekerasan dan kekejaman yang timbul di Kongo. Surat itu ditujukan langsung kepada Presiden Kongo Félix Antoine Tshisekedi Tshilombo. Surat itu terbit bertepatan dengan 60 tahun kemerdekaan negara Republik Demokratik Kongo.

"Untuk semakin memperkuat ikatan kami dan mengembangkan persahabatan yang lebih berbuah, kita harus berbicara tentang dosa masa lalu kami dalam semua kebenaran dan ketenangan," tulis Raja Philippe.

Berdasarkan silsilah, Philippe merupakan keturunan dari Leopold II. Atas dasar itu, dirinya mengaku terbebani dengan dosa masa lalu pendahulunya yang dikenal kejam dengan memperkaya negeranya di atas penderitaan rakyat Kongo.

"Sejarah kami terbuat dari prestasi bersama, tetapi juga melewati periode yang menyakitkan. Pada saat menjajah Kongo, tindakan kekerasan dan kekejaman dilakukan. Itulah hal yang masih membebani ingatan kolektif kami," imbuh rasa Raja.

"Masa kolonial juga menyebabkan penderitaan dan penghinaan. Saya ingin menyampaikan penyesalan terdalam saya atas luka-luka di masa lalu. Atas semua rasa sakit yang sekarang kembali hidup oleh diskriminasi yang masih ada di masyarakat kita," tambahnya.

Berdasarkan sejarah, Kongo yang hari ini berdaulat, dulunya merupakan kekuasaan pribadi Raja Leopold II. Penguasaan itu menjadikan Kongo sebagai sumber kekayaan Belgia dari tahun 1885-1908. Belum lagi, selama berkuasa, sebagaimana yang diungkap Adam Hochschild, penulis buku laris King Leopold’s Ghost (1998), setengah populasi Kongo musnah di bawah pemerintahan Leopold.