Diminta Pantau Progam Pemerintah di Tengah Pandemi COVID-19, KPK: Semua Program Kami Garap

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melkiades Laka Lena meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian kepada seluruh program pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19. Bukan hanya program Kartu Prakerja saja yang dipantau lebih dalam.

Sebab, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp905,1 triliun untuk penanganan COVID-19 yang dibagi dalam sejumlah program. Sehingga dia berharap, seluruh program ini harus diperhatikan oleh pihak-pihak terkait, termasuk KPK.

"Mumpung KPK punya semangat pencegahan, tolong semua klaster yang dilakukan dalam rangka COVID ini, di bidang sosial ekonomi ini kita berikan perhatian yang sama," kata Melki dalam sebuah webinar di platform Zoom, Sabtu, 27 Juni.

Dia menilai, hal ini perlu dilakukan agar tidak ada uang negara yang asalnya dari masyarakat hilang dan tak bisa dipertanggungjawabkan. Menurut dia, pencegahan semacam ini juga lebih baik daripada melakukan penangkapan.

"Kita hindari hilangnya uang rakyat ketimbang mesti kita tangkap orang yang curi uang rakyat. Ini ide bagus dari KPK periode Pak Firli," ungkapnya.

Menanggapi permintaan tersebut, KPK mengatakan pihaknya memang memasang mata untuk semua program pemerintah, bukan hanya program Kartu Prakerja. 

Dia menjelaskan, KPK saat tengah menjalankan kajian terhadap beberapa hal di bidang kesehatan dan jaminan sosial.

"Litbang KPK di masa pandemi ini bukan hanya (melakukan kajian, red) Kartu Prakerja. Jadi Rp695,2 triliun ini menjadi garapan kami nih. Dari Kesehatan Rp87 triliun kami masuk, kemudian dari jaminan sosial itu ada Rp110 sampai Rp120 triliun kita juga masuk," kata Direktur Litbang KPK Wawan Wardiana dalam acara diskusi yang sama.

Selain itu, kata dia, KPK juga melakukan kajian terkait bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada UMKM, dan korporasi di tengah pandemi. 

Hanya saja, Wawan mengatakan, hasil kajian itu tak akan secara sekaligus dikeluarkan. "Ini kan baru satu, Kartu Prakerja. Satu-satulah nanti keluarnya," ungkapnya.

Dirinya mengatakan, kajian ini memang harus dilakukan. Agar tidak ada dana-dana yang telah disalurkan oleh pemerintah sebagai bantuan maupun untuk penanganan pandemi COVID-19 justru salah sasaran. 

Sehingga dia berharap, segala rekomendasi KPK terkait program Kartu Prakerja bisa dijalankan oleh pihak terkait. Dia juga berharap semua pihak bisa menjaga transparansi dan akuntabilitas.

"Saya sih berharap cukup kami saja dari tim pencegahan yang melakukan ini. Jangan sampai bergerak ke arah penindakan, jangan. Saya berharap cukup teman-teman di pencegahan saja," tegasnya.

Sebelumnya, KPK telah memberikan tujuh poin rekomendasi kepada pemerintah terkait pelaksanaan program Kartu Prakerja. Rekomendasi ini diberikan, setelah lembaga antirasuah ini melakukan kajian dan menemukan sejumlah permasalahan.

Tujuh poin rekomendasi tersebut adalah:

Pertama, KPK merekomendasikan agar peserta yang disasar tidak perlu mendaftar secara daring untuk menjadi peserta program tapi dihubungi oleh manajemen pelaksana. Alasannya, dalam kajiannya, lembaga antirasuah ini hanya menemukan sedikit pekerja terdampak pandemi COVID-19 yang mendaftarkan diri ke dalam program ini.

Kedua, KPK mengusulkan fitur face recognation atau pengenal wajah tidak digunakan tapi cukup menggunakan NIK.

Ketiga, KPK mendorong pemerintah meminta legal opinion kepada Kejaksaan Agung tentang kerjasama delapan platfotm digital dalam program Kartua Prakerja apakah masuk dalam Penyediaan Barang dan Jasa Pemerintah atau bukan.

Keempat, KPK menegaskan platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan.

Kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakan secara daring sebaiknya melibatkan pihak yang kompeten dalam area pelatihan dan dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.

Keenam, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan. Hasil kajian KPK menunjukkan, dari 327 sampel pelatihan yang disediakan sebanyak 89 persen telah tersedia secara gratis di internet.

Terakhir, KPK meminta pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.