Sidang Putusan Kasus Bansos COVID-19, Pengacara Juliari: Cermati Isi Putusan
JAKARTA - Pengacara Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail tak banyak bicara soal sidang putusan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek yang tak lama lagi digelar. Dia hanya menyebut bakal mencermati semua putusan majelis hakim.
"Kita dengar dan cermati saja isi putusan," ucap Maqdir kepada VOI, Senin, 23 Agustus.
Persidangan dengan agenda pembacaan putusan akan berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 23 Agustus. Rencananya, persidangan digelar sekitar pukul 10.00 WIB.
"Rencananya sidang akan digelar pada pukul 10.00 WIB dan akan disiarkan secara daring melalui tayangan YouTube," ujar Humas PN Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono.
Baca juga:
- Besok, Hakim Bacakan Putusan Juliari Batubara Terkait Suap Pengadaan Bansos COVID-19
- Dituntut 8 Tahun Penjara Kasus Korupsi Bansos, Matheus Eks Anak Buah Juliari Batubara: Semoga Tuhan Menolong Saya
- Baca Pleidoi, Eks Pejabat Kemensos: Saya Adalah Korban dari Desain Proyek yang Ditentukan Menteri
- Ungkap Peran Juliari Batubara di Kasus Bansos, Eks PPK Kemensos Didukung Jaksa KPK Jadi Justice Collaborator
Adapun dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Juliari 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Tuntutan ini diajukan karena ia dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp32,4 miliar dari 10 perusahaan penyedia bansos sembako.
Tak hanya itu, mantan Menteri Sosial ini juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 2 tahun penjara. Dia juga diharuskan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar sebagai hukuman tambahan.
Jika Juliari tak bisa membayar uang pengganti, nantinya harta kekayaan miliknya akan dilelang untuk membayarkan uang pengganti tersebut. Bila hasil lelang harta kekayaannya tak mencukupi, maka dia bisa dijatuhi hukuman tambahan selama dua tahun.
Kemudian, mantan politikus PDI Perjuangan ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.