Mempertimbangkan Asimilasi Bagi Narapidana Pengguna Narkotika
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menilai, pemerintah mesti mengevaluasi program asimilasi dan integrasi tahanan. Program ini untuk meminimalisasi penularan COVID-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.
Hinca menyarankan, agar program asimilasi lebih banyak diberikan kepada narapidana kasus narkotika, dalam hal ini adalah penggunanya. Sementara, bandar atau pengedar dan kurir tidak boleh diberikan asimilasi.
"Kementerian Hukum dan HAM perlu melakukan terobosan, lewat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, agar program (asimilasi, red) yang berikutnya dipertimbangan pada pengguna dan korban narkoba," kata Hinca dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 22 Juni.
Pertimbangan ini beralasan bagi Hinca. Melihat fakta yang ada, dari 40.020 narapidana yang mendapatkan asimilasi dan integrasi semasa pandemi COVID-19, sebanyak 222 di antaranya kembali melakukan tindak kriminal.
"Kalau dilihat, persentase yang melakukan kejahatan kembali ada 0,6 persen, tapi ini juga jadi soal kalau ini enggak bisa dijelaskan. Tentu kita ingin zero toleran di situ," ucap Hinca.
Berdasarkan data yang dimiliki Kemhumham, setengah dari mantan narapidana asimilasi yang mengulangi tindak kriminal adalah kasus pencurian. Mereka, kebanyakan memiliki sifat kleptomania, atau keinginan untuk mencuri yang tidak dapat ditahan.
Sementara tahanan paling banyak, berasal dari kasus narkotika. Per tanggal 15 Juni lalu, jumlah tahanan kasus narkotika ada 124.448 orang.
Berdasarkan data Ditjenpas, jumlah narapidana pada Maret 2020 tercatat berjumlah 270.231 orang. Sementara kapasitas hanya bisa menampung 132.107 orang.
"Kalau kami lihat jumlahnya (narapidana narkotika, red) yang dapat asimilasi itu hanya 38 orang, sementara yang membuat over capacity di situ adalah pengguna narkoba," kata dia.
Berangkat dari situ, Hinca menyarankan agar asimilasi lebih banyak diberikan kepada pengguna narkotika. "Ini kita menyelamatkan dua sekaligus. Satu, over crowedenya. Dua, untuk mengantisipasi atau memutus penularan virus corona ini," ucap dia.
Baca juga:
Menanggapi hal itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan akan mempertimbangkan untuk memperbanyak asimilasi untuk pengguna narkotika. Hal ini akan ditindaklanjuti lewat keputusan bersama antara Badan Narkotika Nasional, Kejaksaan, dan Polri.
"Untuk (narapidana, red) yang betul-betul pemakai sudah asesmen, masuk, dan keluar. Karena, (keberadaan narapidana narkoba) di dalam juga akan menjadi persoalan buat kami. Negara menanggung biaya Rp1,9 triliun untuk makan," kata Yasonna.
"Toh, kalau di dalam, tapi tidak ada treatment (pencegahan COVID-19), akan tetap jadi beban kami. Jadi, itu yg kami mau coba menunggu revisi UU narkotika," lanjut dia.