Eksklusif, Ketua PPFI Deddy Mizwar: Orang Film Kreatif Tak Terdampak Pandemi
Banyak orang yang mengeluh karena terdampak pandemi corona. Namun menurut Ketua Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) Deddy Mizwar, kondisi seperti ini tidak berlaku bagi orang film yang kreatif. Asal tahu saja, kata dia, sulit sekali menemukan orang film kreatif yang menganggur sekarang. Dilanda pandemi COVID-19 bukan berarti pekerjaan membuat film menjadi sepi, malah sebaliknya. Tentang ongkos produksi berkurang, memang begitu realitasnya. Itu namanya ada penyesuaian harga karena daya beli sekarang memang menurun. Kepada tim VOI dia berbagi cerita tentang aktivitas insan film yang tetap padat meski dilanda pandemi.
***
Karena itu aktor yang namanya melambung lewat film Naga Bonar ini paling tidak setuju saat diajak meminta keringanan atau bantuan kepada pemerintah. Baginya tak ada urgensinya meminta bantuan dan mengemis kepada pihak lain termasuk pemerintah. Soalnya saat ini para sineas dan pekerja film yang kreatif masih mendapat pekerjaan.
Volume pekerjaan dan budget memang tak sebesar sebelum pandemi, menurut H. Deddy Mizwar, S.Sn, S.E., M.I.Pol, hal itu memang sebuah keniscayaan. Karena di masa pandemi ini budget untuk membeli film dan hasil karya pekerja film memang terbatas. “Tapi pekerjaan itu ada dan cukup meski tak sebesar sebelum pandemi,” ungkapnya.
Jadi, kata pemeran Bang Jeck dalam sinetron Para Pencari Tuhan ini, insan film tetap mendapat pekerjaan, bahkan antrian pekerjaannya panjang lho. “Coba saja cari sutradara, DOP (Director of Photography), atau pemain film yang bagus di masa sekarang! Susah mencari mereka karena pekerjaan mereka banyak. Jadi mereka tetap bisa berkarya meski pandemi melanda. Jadi meski tak tahu kapan pandemi ini akan berakhir mereka tetap bisa berkarya,” lanjut suami dari Giselawati Wiranegara ini.
Makanya jangan coba-coba mengajaknya untuk mengemis meminta bantuan kepada pemerintah misalnya, dengan mengatasnamakan pekerja film. Soalnya yang terjadi pada pekerja film yang kreatif tidak seperti pekerja sektor tertentu yang terimbas pandemi COVID-19, mereka tetap dapat pekerjaan.
“Saya orang yang paling getol menentang saat ada yang bilang dan menyarankan kepada saya untuk meminta pada pemerintah. Mau minta batuan apa, kalau orang film yang kreatif sekarang ini mereka kebanjiran pekerjaan. Artinya apa mereka masih tetap bisa berkarya dan cari makan,” tandas Deddy Mizwar yang pernah menjabat sebagai wakil Gubernur Jawa Barat berpasangan dengan Ahmad Heryawan.
Pekerja film, kata pemilik rumah produksi PT. Demi Gisela Citra Sinema ini adalah orang kreatif. Mereka dengan semangat dan jiwa kreatifnya relatif tahan banting dengan situasi dan kondisi sulit, pun seperti pandemi COVID-19 yang kini masih melanda. Mereka tetap bisa kerkarya sembari beradaptasi dengan keadaan. Itulah yang terjadi pada pekerja film yang kreatif di masa sekarang. Kalau ada orang film minta bantuan atau stimulus pemerintah itu zolim menurut saya,” tandasnya kepada Edy Suherli dari VOI yang mewawancarainya secara virtual beberapa waktu yang lalu. Inilah petikan perbincangan selengkapnya.
Sekarang ini situasinya berat, bagaimana kondisi yang dialami teman-teman produser film dan pekerja film lainnya?
Di masa PPKM level 4 ini yang sebagian besar kegiatan syuting dihentikan. Tetapi untuk program televisi tetap berjalan di studio. Yang syuting out door semua berhenti. Untuk syuting film bioskop memang tidak banyak, paling cuma satu dua produksi saja. Tapi produksi film untuk OTT (over the top) untuk channel berbayar banyak sekali seperti Netflix, Disney Hotstar, VIU, Video.com dan lain sebagainya. Jadi kalau dikatakan orang film banyak yang mengganggur itu tidak benar.
Orang-orang yang kreatif dan potensial tidak penah menganggur. Kecuali untuk orang yang tidak punya potensi, dari dulu juga banyak pengangguran di film untuk pemain yang tidak punya potensial. Yang produktif dan kreatif semuanya bekerja. Jadi enggak ada pengangguran buat mereka sekarang. Semuanya bekerja. Jadi agak keliru kalau dikatakan orang film banyak yang menganggur. Sutradara seperti Hanung Bramantyo Benny Setiawan dan lain-lain semuanya kerja.
Untuk volume pekerjaan seperti apa?
Untuk mereka yang melayani permintaan OTT sangat tinggi produktivitasnya. Untuk film layar lebar film layar lebar sudah banyak yang siap tayang, namun menunggu timing yang tepat. Menunggu bioskop dibuka kembali. Kalau bioskop sudah boleh buka produksi film akan mengalir kembali.
Produksi tetap berjalan, lalu apa keluhan teman-teman pekerja film di masa pandemi ini?
Sebenarnya relatif enggak ada keluhan karena mereka tetap bisa bekerja. Cuma dalam melaksanakan syuting itu harus memenuhi protokol kesehatan, paling itu kerepotanya. Tapi hal seperti itu menurut saya bukan kendala. Ya harus beradaptasi dengan kondisi. Hal itu tidak harus menjadi keluhan. Jadi enggak ada masalah untuk orang film yang kreatif. Sekarang mencari pemain, DOP, sutradara susah. Karena mereka ada pekerjaan semua. Kalau ada orang film minta bantuan pemerintah itu zolim menurut saya.
Bagaimana dengan pemain film apakah kondisinya sama?
Ya sama, semua bintang bagus dan dan potensial susah mencarinya. Semuanya kerja untuk produksi film buat OTT. Orang film yang potensial tidak ada yang menganggur. Sekali lagi kalau ada orang film yang meminta bantuan pada pemerintah, itu namanya tidak punya kepekaan pada masyarakat yang kesulitan saat ini. Kami termasuk yang menentang saat ada orang film yang minta subsidi. Bagaimana mensubsidi orang yang sudah cukup. Pantas saja film Indonesia tidak peka, padahal idealnya film itu cermin atau refleksi dari masyarkat di mana film itu dibuat.
Tapi stimulus kalau ada bisa dong untuk industri film?
Kalau mau stimulus itu di masalah peredarannya. Misalnya bagaimana menstimulus produksi film, dan itu harus diberikan kepada BUMN seperti PFN (Pusat Produksi Film Negara). Bukan diberikan kepada produser film. Dana itu dikelolah dan bergulir menghasilkan film berkualitas, nanti tiba saatnya bioskop buka sudah siap tayang. Film komunitas yang diangkat dari konten lokal bisa juga dibantu karena tak ada risiko rugi.
Jadi para produser film keluhannya pada peredaran film di bioskop?
Ya karena bioskopnya tutup mau bagaimana lagi. Makanya para produser dan pekerja film yang semula memproduksi film untuk layer lebar beralih melayani film untuk tayang di OTT dengan harga yang memadai. Daripada menunggu bioskop buka entah kapan, lebih baik produksi. Memang budgetnya engga terlalu besar, tapi cukuplah. Kalau budgetnya terlalu besar OTT tak sanggup bayar.
Baca juga:
Jadi ada penyesuaian untuk budget produksi?
Film yang dibuat untuk OTT itu biasanya series. Untuk OTT pembuatannya tetap dengan kaidah film, cuma untuk suara dikurangi cukup stereo, kalau untuk bioskop biasanya dolby stereo dan surround. Dan untuk film-film horror biasanya menggunakan atmos. Untuk OTT produksinya aktif banget. Jadi orang film terbantu dengan teknologi digital.
Bagaimana dengan persoalan sensor film saat ini?
Menurut saya Lembaga Sensor Film itu fokus saja pada mensensor film untuk bioskop. Untuk di televisi biarkan orang televisi yang mengatur. Mereka kan ada UU Penyiaran dan diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Jadi UU Film yang mengamanatkan untuk mensensor semua film yang akan tayang untuk publik harus diamandemen dan direvisi lagi. Soalnya muatan UU Film itu sudah banyak ketinggalan zaman.
Apa saran Anda, soal stimulus pemerintah untuk membantu bioskop?
Ada dana stimulus untuk percepatan ekonomi nasional, nilainya Rp500 miliar. Stimulus ini untuk apa? Jangan dijadikan bancakan oleh orang-orang yang tidak jelas. Harus ada skem yang jelas, misalnya membantu film yang tayang di masa pandemi dengan skema buy one get one free. Produser terbantu, pengusaha bioskop terbantu dan penonton juga terbantu. Itu bisa membantu orang untuk datang ke bioskop dengan catatan bioskop aman dan prokes. Kondisi ini harus disosialisasikan oleh pemerintah. Pajak untuk produser film diganti oleh pemerintah. Nanti saat kondisi sudah normal kembali seperti semula.
Hidup di Dunia Hanya Sekali, Karena Itu Harus Berarti
Deddy Mizwar mengutip sebuah kalimat dari sajak kondang karya Chairil Anwar yang berjudul Diponegoro soal perlunya berarti dalam hidup ini. “Sekali berarti sudah itu mati. Gua sudah kayak orang bener ye, hehehe,” katanya dengan gaya canda yang khas. Ya seperti Bang Jeck perannya di Sinetron Para Pencari Tuhan.
Ia mengatakan hal ini agar hidup di dunia ini tak disia-siakan. Kini nyaris seluruh dunia dilanda Pandemi Corona. Namun bukan berarti kita tak bisa berbuat sesuatu yang berarti.
Pandemi corona buat aktor kawakan Deddy Mizwar adalah waktu untuk mengevaluasi diri. Sebagai produser film yang membuat banyak sinetron laris, masa pandemi ini menjadi waktu yang pas untuk mengecek peralatan yang dimiliki. Kalau perlu dirawat dan ditingkatkan kemampuannya.
Pria yang dilahirkan di Jakarta, 5 Maret 1955 dari ayah H. Adrian Andres yang keturunan Betawi-Belanda dan ibunya Sun’ah keturunan Bugis-Betawi ini, tetap banyak berkegiatan meski pandemi meski tetap berhati-hati dan menjalankan protokol kesehatan.
“Kondisi pandemi ini harus dihadapi. Karyawan dijadwal masuk kantor sesuai dengan keperluan. Soalnya kalau mereka tak masuk siapa yang mau menjaga dan merawat alat-alat untuk keperluan memproduksi film,” katanya.
Dari sisi cerita, dia malah banyak berdiskusi dengan teamnya meski dengan teknologi atau pertemuan daring. “Saya justru lebih banyak melaksanakan diskusi dengan tim untuk membahas materi film. Meski belum produksi film namun cerita sudah disiapkan,” katanya.
Jadi, tandasnya tidak berhenti berkreasi dan berkarya meski dilanda pandemi seperti saat ini. “Sekarang saatnya menyiapkan sarana kreatifitas. Nanti saatnya tiba dan keadaan sudah longgar kita langsung produksi untuk film layar lebar. Jadi tetaplah kreatif, produktif dan bawa perubahan,” katanya.
Imunitas
Bagaimana menjaga imunitas di masa pandemi ini? “Kalau saya menuruti anjuran dokter saja. Harus mengonsumsi vitamin C, D dan E. Lalu makan makanan yang sehat dan juga olahraga yang cukup untuk orang seusia saya,” katanya.
Saat disarankan harus isoman karena dirinya diduga reaktif, dia dengan sabar menjalaninya. “Saya tidak mau berpikir negatif. Saat disarankan isoman ya isoman saja. Jalani semuanya dengan happy,” katanya soal dirinya yang sempat tes PCR beberapa waktu yang lalu. “Saat dites antigen negatif, tapi waktu tes PCR dibilang positif. Ya sudah kita isoman deh,” tambahnya sembari menambahkan kalau dirinya termasuk katagori OTG (orang tanpa gejala).
Padahal, lanjut Deddy Mizwar dia sudah dua kali divaksin. “Sudah dua kali vaksin eh masih positif juga menurut hasil PCR. Sementara menurut tes antigen negatif. Akhirnya dokter bilang harus isoman. Ya sudah jalani saja. Dan alhamdulillah sekarang sudah selesai,” katanya.
Dia mengkritik, soal banyaknya pasien di rumah sakit karena PCR. “Mungkin banyaknya pasien di rumah sakit sekarang ini karena hasil tes PCR yang positif. Yang mustinya tak perlu dirawat eh masuk rumah sakit. Akibatnya yang benar-benar sakit dan harus dirawat tak dapat tempat tidur,” katanya.
Silaturahmi
Satu lagi yang ia jaga benar di usianya yang tak muda lagi kini. Menjaga silaturahmi dengan sejawat pemain dan kru film yang sudah senior. Deddy punya group Whatsapp dengan mereka khusus untuk menjaga komunikasi. “Jadi dalam group WA senior itu kami menjalin komunikasi dan silaturahmi antara teman sejawat,” ungkapnya.
Dan, lanjut dia, isi percakapan di group itu tidak boleh berhubungan dengan politik. “Kita tak berbicara politik yang bisa meningkatkan tensi dan melemahkan imunitas. Yang kita bicarakan yang happy-happy saja. Dan itu bisa meningkatkan imunitas juga lho,” lajutnya.
Selain berbagi informasi, Deddy Mizwar juga kerap berbagi makanan. “Ya kalau kita punya makanan enak apa salahnya dibagi ke teman-teman meski sedikit. Itu juga untuk meningkatkan persahabatan dan keakraban. Yang simple-simple saja, dari yang ringan,” katanya.
“Jadi enggak ada masalah untuk orang film yang kreatif. Sekarang mencari pemain, DOP, sutradara susah. Karena mereka ada pekerjaan semua. Kalau ada orang film yang minta bantuan atau stimulus dari pemerintah, itu zolim menurut saya,”