Survei ASI: 75,6 Persen Masyarakat Setuju Jokowi Melakukan Reshuffle
JAKARTA - Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei nasional yang bertajuk Evaluasi Publik Jelang 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Hasilnya, 75,6 persen responden survei setuju jika Kabinet Indonesia Maju dirombak atau direshuffle.
Survei ini dilaksanakan pada 9-12 Juni di 34 provinsi. Adapun cara yang digunakan adalah telesurvei atau responden diwawancara melalui kontak telepon dengan pertanyaan kuesioner dan menggunakan metode multistage random sampling.
Ada 1.000 responden yang ikut dalam survei ini dengan margin of error 3,1 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
"Terkait wacana perombakan atau reshuffle kabinet, sebanyak 75,6 persen publik mengatakan setuju, sementara 16,9 persen mengatakan tidak setuju," kata Direktur Arus Survei Indonesia Ali Ri'fan dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 19 Juni.
Angka 75,6 persen itu, merupakan gabungan dari 20,5 persen responden yang sangat setuju dan 55,1 persen responden yang setuju dengan perombakan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin saat ini.
Sementara untuk kinerja Menteri Kabinet Indonesia Maju, sebanyak 32,2 persen responden mengaku puas dengan kinerja Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah. Kemudian di urutan kedua, sebanyak 32 persen masyarakat mengaku puas dengan kinerja Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas Suharso Manoarfa.
"Menurut persepsi publik, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja para menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin kurang menggembirakan lantaran angkanya rata-rata di bawah 50 persen. Temuan survei ini bisa menjadi catatan evaluasi bagi Presiden Jokowi untuk meninjau kembali para pembantunya," ungkapnya.
Selanjutnya, masyarakat mengaku tidak puas atas kinerja beberapa menteri. Dalam survei itu, sebanyak 58 persen responden mengaku tak puas dengan kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Kemudian, sebanyak 57 persen responden mengaku tak puas dengan kinerja Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.
Di posisi ketiga sebanyak 57 persen responden mengaku tak puas dengan kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ketidakpuasan ini juga ditujukan kepada Menteri Agama Fachrul Razi dan Menteri Sosial Juliari Batubara dengan persentase 54 persen.
Dilanjutkan dengan sebanyak 53 persen responden mengaku tak puas dengan kinerja Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Berkaca dari ketidakpuasan dan tingginya angka publik yang mengatakan setuju jika Jokowi melakukan perombakan, ini berarti masyarakat ingin agar performa dan kinerja menteri yang ada di kabinet harus lebih baik lagi ke depan.
Baca juga:
Sebelumnya, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, Presiden Jokowi perlu mengganti para pembantunya di kabinet. Menurutnya, Kabinet Indonesia Maju butuh penyegaran dan penyesuaian di tengah pagebluk COVID-19.
"Sekarang kan ada pandemi, mesti diisi dengan orang yang tepat dengan situasi sekarang," kata Hendri ketika dihubungi VOI.
Menurutnya, Jokowi bisa mencontoh Winston Churchill yang merupakan Perdana Menteri Inggris. Hendri mengatakan, saat menjabat dan menghadapi perang, Winston membentuk kabinet perang.
Dalam kabinet itu, sambung dia, Winston memilih menteri yang paham situasi perang. Begitu perang usai, kabinetnya lantas mengalami pergantian kembali sesuai dengan keadaan kala itu. "Nah, Pak Jokowi sekarang mestinya begitu," ungkapnya.
"Kan kabinet ini dibangun, dibentuk dengan kondisi yang biasa-biasa saja. Kondisi normal. Nah ini sekarang kondisinya, sudah kondisi 'the new normal'. Jadi memang harus ada penyegaran, harus dilakukan evaluasi," jelas Hendri.
Penyegaran dan evaluasi ini dinilai sangat penting. Selain untuk menyelesaikan permasalah di masa pagebluk, hal itu bisa membantu Jokowi untuk melaksanakan janji-janji kampanyenya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin berpandangan Jokowi perlu mengganti atau melakukan reshuffle terhadap sejumlah menteri. Ada beberapa nama yang disebutnya pantas untuk diganti.
Mereka adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, dan beberapa menteri di bidang ekonomi. Menurutnya, menteri yang disebutkannya itu tak tanggap dalam menghadapi bencana non-alam ini.
"Penangan COVID-19 memang amburadul. Aturan banyak yang bertabrakan karena para menterinya membuat aturan yang aneh dan saling bertentangan," tegas Ujang.
Ujang menilai, Jokowi tak perlu menunggu wabah ini berakhir jika ingin mengevaluasi ataupun mengganti pembantunya. "Tak usah menunggu COVID berakhir. Kapan pun Presiden bisa mengganti menterinya yang tidak bekerja dengan baik," kata dia.
"Ketika banyak menteri yang tak bisa bekerja, reshuffle menjadi sebuah keniscayaan. Jika ada menteri yang kinerjanya memble dalam menangani corona, ya, ganti saja," pungkasnya.