Pemerintah Diminta Perluas Basis Pajak Guna Tingkatkan Potensi Penerimaan Negara

JAKARTA - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Christine Chen tidak memungkiri bahwa pemerintah saat ini membutuhkan dana besar untuk menanggulangi pandemi COVID-19.

Menurut dia, situasi extraordinary yang sudah berjalan dua tahun belakangan ini dianggap telah menyedot sejumlah besar sumber anggaran negara. Sementara di sisi lain, penerimaan pajak setiap tahunnya tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan.

“Untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, pemerintah perlu memperluas tax base (jenis barang dan jasa yang dikenai pajak), tax ratio, dan menaikan PPN (pajak pertambahan nilai) dari semula 10 persen menjadi 12 persen,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Selasa, 10 Agustus.

Dalam catatan Christine, ketiganya telah dimasukan dalam usulan Perubahan Kelima atas Undang – undang Perubahan No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU Perpajakan) yang sedang dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

“RUU Perpajakan yang baru, (dibuat) untuk mengakomodasikan perpajakan baik di dalam maupun luar negeri. Perbaikan UU Perpajakan tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga dunia internasional,”tuturnya.

Christine Chen memberikan contoh, kenaikan PPN yang diusulkan pemerintah sebesar 12 persen dari yang saat ini 10 persen. Usulan Kenaikan PPN bukan hanya dilakukan pemerintah Indonesia . Negara negara lain yang tergabung dalam OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan), bahkan menaikan PPN Sebesar 15 persen.

“Dengan demikian, rencana kenaikan PPN di dalam negeri 12 persen, itu masih di bawah kenaikan PPN di dunia internasional yang rata rata mencapai 15,4 persen, kata Christine Chen.

Mengutip siaran Kementerian Keuangan, tax ratio atau rasio perpajakan saat ini berada pada kisaran level 8,18 persen. Pemerintah disebutkan terus melakukan upaya strategis guna meningkatkan tax ratio menjadi 8,37 persen hingga 8,42 persen pada 2022 mendatang.

Adapun, di dalam APBN 2021 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.229,6 triliun atau lebih tinggi 14,7 persen dari realisasi penerimaan periode 2020.

Secara terperinci, PPh ditargetkan Rp638 triliun atau lebih tinggi 15,1 persen dari realisasi tahun sebelumnya, serta PPN dan PPnBM ditargetkan Rp518,5 triliun atau lebih tinggi 15,1 persen.

Sementara untuk defisit APBN 2021 dipercaya bakal menyentuh angka Rp1.006,4 triliun atau setara 5,7 persen produk domestik bruto (PDB).