Koordinator Pelaksana Stranas PK, Pahala Nainggolan, menyatakan bahwa Simkasatu dirancang seperti Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara), yang telah digunakan untuk memaksimalkan penerimaan negara dari komoditas seperti batu bara dan nikel.
"Kenapa kami dorong Simkasatu? Jadi seperti Simbara untuk batu bara, sawit ini akan mulai tahun ini," kata Pahala, Rabu, 11 Desember.
Ia menjelaskan, Simkasatu akan memungkinkan pemantauan volume crude palm oil (CPO) yang diproduksi oleh perusahaan sawit melalui data tangki penyimpanan.
Informasi tersebut akan dibandingkan dengan laporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dari perusahaan terkait untuk mendeteksi adanya ketidaksesuaian data. "Kalau sudah beda, silakan diperiksa," tegas Pahala.
Selain itu, data penerimaan pajak dari Simkasatu akan dikaitkan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang kini telah terintegrasi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah akses layanan perpajakan dan meningkatkan akurasi pengawasan.
"Ending-nya, Ditjen Pajak punya data pembanding yang lebih baik. Jadi penerimaan negara bisa kita tingkatkan. Meskipun tidak langsung signifikan lewat digitalisasi, kita mengumpulkan data yang lebih akurat untuk mendukung pemeriksaan oleh Ditjen Pajak," jelas Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK itu.
Pahala berharap Simkasatu dapat segera diterapkan, mengingat masih banyak potensi penerimaan negara dari sektor sawit yang belum tergarap. Ia mencontohkan, berdasarkan estimasi konservatif di Riau, terdapat potensi penerimaan pajak sebesar Rp4 triliun dari 260 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang belum dipungut negara.
BACA JUGA:
Langkah ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara, seraya memperkuat pengawasan dan transparansi dalam industri sawit.